Tuesday, June 23, 2020

PENGARUH PERGANTIAN ALAT TANGKAP IKAN RAMAH LINGKUNGAN (GILLNET) TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KAB.LANGKAT





PENDAHULUAN

Indonesia  sebagai Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam (UU No.45/2009). Potensi perikanan yang dimiliki merupakan sumber pendapatan Negara disamping menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan (Hermawan, 2006). Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesarRp 59,98 triliun pada kuartal III tahun 2018, dimana jumlah tersebut mengalami kenaikan 3,71 persen jika dibandingkan dengan kuartal III tahun 2017.
Disamping itu, produk perikanan merupakan bahan makanan penting masyarakat pada umumnya. Sepanjang 5 tahun belakangan, target konsums ikan per kapita pertahunnya selalu meningkat, yaitu tahun 2014 sebesar 38,14 kilogram (kg) per kapita, tahun 2015 sebesar 40,9 kg per kapita, tahun 2016 sebesar 43,88 kg per kapita, tahun 2017 sebesar 47,12 kg per kapita, dan tahun 2018 sebesar 50 kg per kapita per tahun, sementara untuk tahun 2019, target konsumsi perikanan nasional menjadi 54,49 per kapita per tahun. (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2019). Atas dasar inilah pembatasan penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan perlu dilakukan untuk dipertahankan keberlanjutannya. Hal ini karena perikanan tangkap merupakan usaha menangkap ikan yang sangat tergantung pada ketersediaan atau daya dukung sumber daya ikan dan lingkungannya.
Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan larangan alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan sejak tahun 2015. Pelarangan tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Alat tangkap tersebut selama ini banyak digunakan oleh nelayan dan pemilik kapal yang beroperasi di wilayah pesisir pantai. Larangan penggunaan api pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia karena alat tangkap tersebut dinilai tidak ramah lingkungan dan bertentangan dengan visi dan misi Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kesehatan ekosistem di laut.
Sejalan dengan itu, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia  Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang semakin mempertegas bahwa penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan sudah jelas dilarang beroperasi di perairan Indonesia.
Pada UU 45/2009 tentang Perikanan Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. (2) Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Sementara itu nelayan yang sejak lama menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut sudah terbiasa dan menikmatinya, sehingga merubah kebiasaan tersebut tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015-2019 telah memprogramkan pergantian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tersebut secara bertahap dan pemerintah daerah diminta untuk memberikan data yang akurat untuk proses lebih lanjut. Namun program kebijakan terebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan oleh ketersediaan anggaran dan penyerapan anggaran, sehingga diharapkan kepada para nelayan yang masih menggunakan alat tangkap ikan yang dilarang untuk menggantinya secara mandiri.
Alat tangkap jaring insang (gillnet) menjadi salah satu pilihan dikarenakan alat tangkap ini adalah jenis alat tangkap ikan yang pasif, selektif dan juga ramah lingkungan. Pengoperasian gillnet konvesional (yang umum dioperasikan di Indonesia) relatif sederhana, sebagian besar pelaksanaan operasi menggunakan tenaga manusia. Gillnet hampir dapat dioperasikan diseluruh lapisan kedalaman perairan mulai dari lapisan permukaan, pertengahan hingga lapisan dasar perairan juga dapat dioperasiakan diberbagai jenis perairan seperti perairan pantai, laut dan samudera.
Lisna, Amelia, Nelwida dan Andriani (2018) melakukan penelitian mengenai tingkat keramahan lingkungan alat tangkap Gillnet di Kecamatan Nipah Panjang, Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian terhadap tingkat keramahlingkungan alat tangka menurut kriteria FAO, maka alat tangkap gillnet kurau, gillnet 7 inci, gillnet millennium, dan gillnet  4 inci adalah alat tangkap ramah lingkungan. Gill net kurau menempati kategori alat tangkap sangat ramah lingkungan.
Hendrik (2012) melakukan penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang menunjukkan bahwa upaya penangkapan ikan dengan gillnet menggunakan beberapa kriteria investasi masih layak untuk dikembangkan. 
Kabupaten Langkat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nangroe Aceh Darumssalam dan Selat Malaka. Panjang garis pantai ± 110,393 km dengan masyarakat pesisir (nelayan) sebanyak 19.232 jiwa. Dari total populasi tersebut terdapat 930 nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang dilarang seperti pukat langgai, pukat hela, pukat layang dan trawl mini yang dimodifikasi dengan pembuka papan atau besi (Diskanla Kab.Langkat, 2018).
Tabel 1.1.   Nelayan Kabupaten Langkat yang menggunakan alat tangkap yang dilarang
No
AlatTangkap
Jumlah (Unit)
1.
Pukat Langgai/ Pukat Hela
250
2.
Pukat Layang (pembukakayuataubesi)
600
3.
Trawl mini (modifikasi dengan papan pembuka)
80
Sumber :Diskanla Kab.Langkat 2018
Produksi perikanan di Kabupaten Langkat masih didominasi oleh produksi perikanan laut melalui kegiatan penangkapan. Hal ini terlihat dari data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat 2018. Produksi perikanan di Kabupaten Langkat pada tahun 2018 tercatat 30.079,4 ton dimana 22.102 ton berasal dari perikanan tangkap, 1.347,1 ton perikanan budidaya laut, 1.913,6 pengolahan ikan dan 4.716,7 ton budidaya tambak. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa perikanan tangkap memberikan kontribusi yang paling besar (22.102 ton).
Adapun daerah yang mendapatkan bantuan alat tangkap adalah Kecamatan Brandan Barat. Kecamatan Brandan Barat mempunyai luas yang mencapai 8.980 Ha (89,80 km²), dengan posisi geografis 4º06’16” - 3º57’18” Lintang Utara dan 98º18’42” - 97º11’49” Bujur Timur dengan ketinggian 4 meter diatas permukaan laut. Secara administratif wilayah Kecamatan Brandan Barat di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pangkalan Susu, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Babalan Dan Selat Malaka, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Selapan, serta di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Besitang. Terdiri dari 7 Desa/Kelurahan dan 24 Dusun. Desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Perlis yang pekerjaan nelayannya adalah nelayan penuh.
Adapun nelayan yang sudah mendapatkan bantuan pergantian alat tangkap yang ramah lingkungan (jaring insang/gillnet) masih sebanyak 28 orang. Bantuan ini adalah bantuan Pemerintah Daerah Tahun 2018. Sisanya sudah dalam pengusulan tetapi belum ada pergantian sampai saat ini. Sementara itu beberapa orang nelayan yang merasa tidak nyaman sudah mengganti alat tangkap mereka yang tidak ramah lingkungan menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan seperti jaring insang (gill net) dengan modal sendiri (secara mandiri).
Melihat fenomena masih adanya nelayan yang menggunakan alat tangkap yang dilarang di perairan Kabupaten Langkat serta meresahkan para nelayan lain dalam usaha menangkap ikan, menimbulkan keinginan Penulis untuk melakukan penelitian “Pergantian ke alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) pengaruhnya terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.”.


METODE
Metode yang digunakan  dalam  penelitian ini  adalah metode deskriptif. Menurut Saputri (2011) dalam Sari R.P., Wijayanto D., dan Kurohman F (2017), metode deskriptif yaitu cara penelitian yang mengutamakan pengamatan (observasi) terhadap kondisi dimasa sekarang. Pada penelitian digunakan  untuk mendeskripsikan dan mengambarkan mengenai aspek teknis, ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan setelah terjadi  pergantian alat tangkap menjadi alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini yang merupakan data primer adalah berupa data hasil penyebaran kuisioner berupa pertanyaan yang disampaikan di dalam kuisioner  terkait dengan pergantian alat tangkap ramah lingkungan dan terkait pendapatan nelayan sebelum dan sesudah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan Gillnet yang diberbantukan oleh pemerintah di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara, contohnya : data jumlah nelayan yang mendapatkan bantuan alat tangkap yang ramah lingkungan yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dan buku yang berkaitan dengan Analisis dan Penangkapan yaitu berupa data karakteristik nelayan (usia, status perkawinan, pengalaman dan tingkat pendidikan).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan pengguna gill net yang sebelumnya menggunakan alat tangkap yang dilarang beroperasi seperti pukat langgai, hela dan trawl yang dimodifikasi. Data yang diperoleh dari observasi dan wawancara dengan responden selanjutnya diolah dengan Microsoft Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan diagram untuk kemudian dianalisis secara deskriptif.
Analisis data menurut Maleong, Lexy J.(2007) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dapat berbentuk analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
            Analisis tingkat pendapatan menggunakan formula sebagai berikut:
a. Hasil Produksi
Hasil produksi yaitu berupa hasil tangkapan ikan yang didapat oleh nelayan selama melaut dalam bentuk rupiah. Dalam hal ini hasil tangkapan dihitung pertrip. Hasil produksi dalam penelitian ini disesuaikan dengan daerah melaut yaitu ikan gembung, ikan bawal, udang dan ikan curah. Adapun rumus total hasil tangkapan produksi yang dihasilkan nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara sebagai berikut:

b. Biaya tetap (Fixed cost)
Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannnya tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak berproduksi yaitu biaya penyusutan alat dan perawatan. Penyusutan alat terjadi karena pengaruh umur atau karena dipakai. Alat-alat seperti perahu, mesin alat tangkap, keranjang, lampu, tali jangkar, dan jangkar mengalami penyusutan.
c. Biaya variabel (Variable cost)
Biaya variabel adalah biaya yang habis dalam satu kali operasi penangkapan atau biaya yang dikeluarkan selama proses usaha berlangsung yaitu biaya bahan bakar (solar), oli, es, air bersih, konsumsi, biaya ABK. Biaya variabel selalu dikeluarkan sepanjang waktu produk selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya ratarata/tahun.
d. Pendapatan
            Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992), mengemukakan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan menurut Winardi (1992), pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Adapun rumus pendapatan adalah sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan :
TR : Total Pendapatan
P : Harga perkilogram
Q : Jumlah perkilogram

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti maka diperoleh data dari nelayan yang berada di Kabupaten Langkat sebelum  dan sesudah  pergantian alat jenis tangkapnya. Kapal yang digunakan  nelayan umumnya kapal motor dengan mesin 112-23 PK & 2-3 GT (gross ton) termasuk dalam klasifikasi nelayan tradisional/nelayan kecil, kemudian semua nelayan yang diteliti menggunakan alat pukat langgai sebagai  alat tangkapnya.
IV.A. Karakteristik Responden
         Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dimana sampel yang digunakan sebanyak 28 orang yang dianggap mewakili populasi nelayan. Pada bagian ini akan dibahas karakteristik responden berdasarkan umur, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman, dan lama melaut,.
 IV.A. 1. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Umur
  Sebagai nelayan merupakan mata pencarian yang memerlukan kondisi fisik yang baik. Pada umumnya nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara berusia relatif 20 tahunan keatas hal ini merupakan usia yang relatif muda sehingga memiliki kemampuan fisik dan kesehatan yang baik. Berdasarkan umurnya, penduduk yang berusia 0-14 tahun merupakan penduduk yang belum produktif, penduduk berusia 15-64 merupakan penduduk dengan usia produktif sementara 65 tahun keatas merupakan penduduk dengan usia tidak produktif (Kusumowidho,2000). Distribusi responden berdasarkan umur di Kabupaten Langkat Sumatera Utara sebagai berikut:

         Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kabupaten Langkat Sumatera Utara


Frequency
Percent
Valid
20-30 tahun
1
3.6
31-40 tahun
4
14.3
41-50 tahun
13
46.4
51-60 tahun
10
35.7
Total
28
100.0
      
Gambar. 4.1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kabupaten Langkat   Sumatera Utara

Tabel 4.1 dan  Gambar 4.1.menunjukkan bahwa tingkat umur nelayan dimulai pada usia 20–an tahun. Distribusi responden menurut tingkat umur nelayan terbesar di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara berada pada interval umur 41-50 tahun dengan jumlah nelayan sebesar 13 orang atau 64,4 persen. Distribusi responden menurut tingkat umur nelayan terkecil berada pada umur 20-30 tahun dengan jumlah nelayan sebesar 1 orang atau 3,6 persen.

 IV.A. 2. Responden Menurut Pendidikan
        Tingkat pendidikan yang dimaksud pada penelitian ini adalah pendidikan formal yang telah ditempuh oleh nelayan. Pada penelitian ini nelayan yang menjadi responden memiliki tingkatan pendidikan hanya SD dan SMP.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten                                    


Frequency
Percent
Valid
SD
22
78.6
SMP
6
21.4
Total
28
100.0

Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut tingkat pendidikan terakhir terbesar berada di tingkat SD. Jumlah nelayan tersebut sebesar 22 orang atau 78,6 persen. Distribusi responden terkecil berada di tingkat SMP. Jumlah nelayan sebesar 6 orang atau sekitar 21,4 persen. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan tersebut disebabkan oleh beberapa alasan seperti mereka lebih menyukai untuk melakukan penangkapan ikan dibandingkan dengan melanjutkan sekolah, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dan juga kehidupan orang tua mereka yang sebelumnya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Besarnya potensi ikan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada saat itu merupakan salah satu alasan mereka lebih memilih melaut daripada melanjutkan sekolah.
IV.A. 3. Responden Menurut Pengalaman
             Pengalaman melaut merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan seorang nelayan dalam mempersiapkan dan mengelola hasil tangkapan. Pada umumnya nelayan yang memiliki pengalaman melaut yang lebih banyak, memiliki keahlian khusus dalam mengelola hasil tangkapan dibandingkan dengan nelayan yang masih belum banyak pengalaman. Misalnya bagaimana cara meningkatkan hasil tangkapan, mengetahui arah angin dan waktu-waktu yang tepat untuk melaut agar hasil tangkapan banyak yang berlanjut pada pendapatan yang meningkat. Berikut ditampilkan tabel distribusi responden menurut pengalaman melaut.        
   Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pengalaman

Frequency
Percent
Valid
10-15 tahun
5
17.9
16-20 tahun
10
35.7
21-25 tahun
6
21.4
26-30 tahun
7
25.0
Total
28
100.0
           
 Gambar 4.3. Distribusi Responden Menurut Pengalaman

Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa tingkat pengalaman kerja nelayan berbeda-beda. Distribusi responden dengan tingkat pengalaman terbesar berada pada interval 16-20 tahun yaitu sebesar 10 orang nelayan atau 35.7 persen. Tingkat pengalaman melaut nelayan yang terkecil berada di atas 10-15 tahun yaitu sebesar 5 orang nelayan atau 17.9 persen.
IV.A. 4. Responden Menurut Lama Melaut
             Lama melaut mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan tangkap. Hal ini karena semakin jauh jarak yang ditempuh nelayan maka jumlah produksi hasil tangkapan juga akan meningkat yang menyebabkan pendapatan juga ikut mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya. Berikut ditampilkan karakteristik responden menurut lama melaut di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
                          Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Lama Melaut

Frequency
Percent
Valid
8
28
100.0
      
IV.B. Uji Normalitas
         Uji Normalitas terhadap data biaya, hasil produksi dan pendapatan dilakukan untuk mendapatkan data yang normal. Uji ini dilakukan menggunakan kolmogorov-smimov. Berikut ini adalah hasil uji tersebut.

Tabel.4.5   Uji normalitas pada kelompok nelayan sebelum pergantian alat tangkap ramah   lingkungan


Hasil Produksi
Biaya
Pendapatan
N
28
28
28
Normal Parametersa,B
Mean
267857.1429
153517.8571
117482.1429
Std. Deviation
35485.74496
7847.48384
33934.70914
Most Extreme Differences
Absolute
.213
.257
.202
Positive
.213
.257
.202
Negative
-.143
-.153
-.138
Kolmogorov-Smirnov Z
1.125
1.359
1.071
Asymp. Sig. (2-Tailed)
.159
.050
.202
  Sumber: data diolah SPSS, 2019
      Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa asymp.Sig (2-tailed) untuk hasil produksi nelayan sebelum pergantian alat tangkap ramah lingk
Tabel 4.6   Uji normalitas pada kelompok nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah  lingkungan


Biaya
Hasil_Produksi
Pendapatan
N
28
28
28
Normal Parametersa,B
Mean
145178.5714
238535.7143
99892.8571
Std. Deviation
3659.62527
24824.54303
25855.85296
Most Extreme Differences
Absolute
.201
.160
.095
Positive
.200
.160
.092
Negative
-.201
-.102
-.095
Kolmogorov-Smirnov Z
1.065
.845
.701
Asymp. Sig. (2-Tailed)
.206
.473
.763
Sumber : Data SPSS,2019
         Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa asymp.Sig (2-tailed) untuk hasil produksi nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0.473 termasuk berdistibusi normal. Asymp.Sig (2-tailed) untuk biaya yang dikeluarkan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,206 termasuk berdistribusi normal. Asymp.Sig (2-tailed) untuk pendapatan yang diterima nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,763 termasuk berdistribusi normal.

IV.C. Hasil Penangkapan ikan sebelum dan sesudah pergantian alat tangkap ikan dan Uji t terhadap hasil produksi
IV.C.1. Hasil Produksi Penangkapan ikan sebelum dan sesudah pergantian alat tangkap ikan
Lokasi penangkapan nelayan gillnet adalah Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dan memiliki panjang garis pantai ± 110,393 km. Adapun jenis ikan yang tertangkap seperti kembung, bawal, udang dan rucah. Harga ikan hasil tangkapan bervariasi antara Rp 5.000-, sampai dengan Rp 30.000-,/kg. Apabila dirata-ratakan harga ikan dari hasil tangkapan nelayan adalah Rp 19.750-,/kg. Proporsi hasil tangkapan rata-rata per trip, harga ikan per kg dari usaha penangkapan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4.7. Total hasil produksi pertrip usaha tangkap ikan sebelum dan sesudah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet

No.
Uraian
Nama Ikan
Hasil tangkapan
Jumlah ikan total (Kg)
Harga ikan rata-rata (Rp/Kg)
1.
Sebelum pergantian alat tangkap
Kembung
156
100.285,7
Bawal
83
77.071,43
Udang
60
64.285,71
rucah
63
11.250
2.
Setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan
Kembung
167
107.357,1
Bawal
83
77.071,43
Udang
43
46.071,43
rucah
45
8.035,714
   
    Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa ada empat jenis ikan hasil tangkapan nelayan yaitu ikan kembung, ikan bawal, udang, dan rucah. Hasil rata-rata tangkapan ikan kembung sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 156 kg dengan harga Rp18.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 100.285,7-,. Hasil rata-rata tangkapan ikan kembung setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 167 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 107.357,1 artinya jumlah tangkapan ikan kembung yang dihasilkan lebih banyak karena dilakukan dimalam hari setelah dilakukan pergantian alat tangkap,dengan selisih perbedaan jumlah tangkapan yaitu 12 kg dan sebesar Rp 7.071,3-,.
         Hasil rata-rata tangkapan ikan bawal sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 83 kg dengan harga Rp 26.000-,/kg sehingga diperoleh Rp 77.071,43-,. Sedangkan  Hasil rata-rata tangkapan ikan bawal setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 83 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 77.071,43 artinya jumlah tangkapan ikan bawal yang di hasilkan tidak berbeda setelah pergantian alat tangkap
           Hasil rata-rata tangkapan udang sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 60 kg dengan harga Rp30.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 64.285,71-,. Sedangkan Hasil rata-rata tangkapan udang setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 43 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 46.071,43-, artinya jumlah tangkapan udang yang dihasilkan lebih sedikit dikarenakan nelayan melakukan penangkapan dipagi hari setelah dilakukan pergantian alat tangkap, dengan selisih perbedaan jumlah tangkap yaitu 17 kg dan sebesar Rp 18.214,28-,.
          Hasil rata-rata tangkapan ikan rucah sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 63 kg dengan harga Rp5.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 11.250-,. Sedangkan Hasil rata-rata tangkapan ikan rucah setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 45 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 8.035,714-, artinya jumlah tangkapan udang yang dihasilkan lebih sedikit karena nelayan melakukan penangkapan dipagi hari setelah dilakukan pergantian alat tangkap dengan selisih perbedaan jumlah tangkapan yaitu  18 kg dan sebesar Rp 3.214,286-,.
Artinya jumlah ikan hasil tangkapan setelah pergantian alat tangkap gillnet mengalami penurunan pada udang dan ikan curah. Sementara penjualan udang lebih mahal daripada ikan lain, hal ini yang menyebabkan pendapatan nelayan mengalami penurunan. Selain itu ikan curah yang didapatkan juga mengalami penurunan. Walaupun harga ikan curah relatif kecil namun memberikan pengaruh terhadap pendapatan nelayan. Perlu diperhatikan oleh nelayan untuk dua jenis ikan tersebut yaitu udang dan ikan curah. Mungkin dengan menggunakan alat tangkap udang yang bersifat ramah lingkungan. Hal ini dapat membantu nelayan dalam menambah jumlah hasil tangkapan. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rudi, Aswar dan Sumarno, Dedi (2015) hasil tangkapan jaring udang yaitu udang banana, udang manis, udang ronggeng, udang grosok dan udang kayu. Hasil tangkapan yang didominasi oleh udang banana sebanyak 197 ekor dengan berat 852,5 gr. Untuk ikan curah sendiri mungkin dapat diolah menjadi ikan asin kering tipis (setelah diolah bisa dijual dengan harga Rp.50.000/kg dalam keadaan kering)  sehingga dapat membantu menaikkan pendapatan nelayan.

IV.C.2. Uji Hipotesis terhadap Produksi Penangkapan ikan
Untuk Mengetahui seberapa besar pengaruh biaya dan hasil produksi dalam pergantian alat tangkap ini maka dilakukan uji t. Dalam hal ini untuk membandingkan hasil produksi pergantian alat tangkap ramah lingkungan digunakan uji beda paired sample t test. Pengertian dasar analisis paired t test merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu grup atau digunakan untuk melakukan pengujian terhadap dua variabel yang berbeda namun pada satu sampel yang sama. Selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Rata-rata produksi ikan hasil sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sama atau tidak berbeda secara nyata
H1 = Rata-rata produksi ikan hasil sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah tidak sama atau berbeda secara nyata
Hasil perhitungan uji Paired Sample t-Test dapat disajikan pada Tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8. Hasil Uji Hipotesis Paired Sample Statistic 

Paired Differences
T
Df
Sig.(2Taile)
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval Of The Difference
Lower
Upper
Pair 1
Hasil Produksi Sebelum Hasil Produksi  Setelah
14357.14286
21098.03271
3987.15341
6176.17982
22538.10589
3.601
27
.001
Sumber: data SPSS,2019
            Berdasarkan Tabel 4.8, menunjukkan bahwa t-hitung  untuk data hasil produksi yang didapat nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah 3.601 dengan nilai probabilitas Sig. (2-Tailed) sebesar 0,001 < alpha 0,05 dengan nilai t-Tabel untuk df=27 adalah 2,05183 sehingga t-hitung > t- Tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil produksi yang didapat nelayan sebelum dan setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
IV.D. Biaya – biaya yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan
Pada kegiatan penangkapan ikan secara garis besar ada dua jenis biaya yakni biaya tetap dan variabel. Berikut adalah data dari biaya-biaya tersebut.
IV.D. 1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannnya tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak berproduksi yaitu biaya penyusutan alat dan perawatan. Penyusutan alat terjadi karena pengaruh umur atau karena dipakai. Alat-alat seperti perahu, mesin alat tangkap, keranjang, lampu, tali jangkar, dan jangkar mengalami penyusutan. Salah satu cara untuk menghitung selisih antara nilai awal barang dengan nilai akhir barang dibagi lama pemakaian. Perincian biaya tetap rata-rata usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet tersaji pada Tabel dibawah ini:
Tabel 4.9. Biaya tetap rata-rata pertrip usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap   ramah lingkungan gillnet

No.
Uraian
Biaya Tetap (Rp)
Perawatan
Penyusutan
1.
Sebelum mengganti alat tangkap
12.000
5.000
2.
Setelah mengganti alat tangkap
10.000
5.000

Berdasarkan Tabel 4.9. diketahui bahwa biaya perawatan sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 12.000-, dan biaya perawatan setelah mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 10.000-, artinya biaya perawatan yang dikeluarkan oleh nelayan lebih kecil setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, dengan selisih perbedaan biaya sebesar Rp 2.000-,. Sedangkan biaya penyusutan tidak mengalami perubahan yaitu sebesar Rp 5.000-,

IV.D. 2. Biaya Variabel
 Biaya variabel adalah biaya yang habis dalam satu kali operasi penangkapan atau biaya yang dikeluarkan selama proses usaha berlangsung yaitu biaya bahan bakar (solar), oli, es, air bersih, konsumsi, biaya ABK. Biaya variabel selalu dikeluarkan sepanjang waktu produk selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya rata-rata/trip. Dalam hal ini nelayan menggunakan kapal bermotor.
Tabel 4.10. Biaya variabel rata-rata pertrip usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap  ramah lingkungan gillnet

No.
Uraian
Biaya Variabel (Rp)
Solar
Oli
Es
Air Bersih
Bekal Makanan
Upah ABK
1.
Sebelum mengganti alat tangkap
33.196
6.000
15.000
4.000
15.179
60.000
2.
Setelah mengganti alat tangkap
29.250
6.000
15.000
4.000
15.179
60.000

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa terdapat enam jenis biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh nelayan yaitu Solar, Oli, Es, Air Besih, Bekal Makanan, Upah ABK. Dimana biaya untuk kapal berupa solar dan oli sedangkan biaya keperluan nelayan berupa air bersih dan bekal makanan sedangkan biaya untuk hasil tangkapan berupa es dan upah ABK.
Biaya solar sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebesar Rp 33.196-, dan biaya solar setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebesar Rp 29.250-, artinya biaya solar yang dikeluarkan oleh nelayan lebih kecil.
Berdasarkan penelitian  ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat perbedaan pendapatan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet. Pertama yaitu dari segi biaya. Ada delapan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam proses melaut yaitu biaya tetap (penyusutan dan perawatan) dan biaya variabel (solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, upah ABK). Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sampai ikan tersebut siap untuk dijual. Biaya produksi dibedakan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam suatu masa produksi, antara biaya perawatan dan biaya penyusutan. Sementara biaya variabel adalah biaya yang habis dalam satu kali masa produksi antara biaya operasional yaitu solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, upah ABK. Berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan antara biaya yang dikeluarkan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet. Hasil pengujian korelasi dalam penelitian pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yaitu secara parsial variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan) adalah solar, bekal makanan dan hasil produksi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.10 BBM mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas usaha perikanan, khususnya usaha tangkap ikan. Biaya penggunaan BBM pada usaha perikanan mencapai 70% dari biaya operasional melaut. Kondisi inilah yang menjadika BBM sebagai sarana produksi yang sangat strategis bagi nelayan. Penyediaan BBM yang memadai, baik dari sisi kuantitas maupun harga. BBM atau bahan bakar minyak yang digunakan untuk kapal pada penelitian ini berupa bahan solar. Dalam penelitian ini terlihat jelas pengaruh solar setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet yaitu dengan asumsi apabila ada kenaikan harga solar Rp 1.000-, dengan asumsi semua variabel independen tetap, maka akan terjadi pengurangan pendapatan nelayan sebesar Rp179-, oleh karena itu perlunya meminimalisasikan biaya pengeluaran untuk solar yang dilakukan atau perlu pencarian alternatif lain selain solar sebagai bahan bakar kapal. Dalam hal ini bisa dengan pengajuan subsidi BBM pada usaha perikanan yang dimaksudkan untuk membantu nelayan agar dapat membeli BBM sesuai kebutuhannya dengan harga yang lebih murah sehingga produktivitas dan pendapatan nelayan meningkat. Selain itu juga, nelayan tidak akan berpikiran untuk kembali menggunakan alat tangkap pukat.    
Faktor biaya yang mengalami perbedaan yaitu bekal makanan. Dalam hal ini bekal makanan merupakan hal yang penting dalam melaksanakan penangkapan ikan, mengingat penangkapan dilakukan dilaut sehingga nelayan yang melaut harus membawa persediaan makanan yang cukup untuk memberikan energi saat menangkap ikan dan agar tidak mengalami kelaparan. Pengaruh kelaparan terhadap usaha atau kerja akan memberikan efek dari hasil kerjaannya. Dalam hal ini, nelayan yang mengalami kelaparan akan mengganggu dalam jumlah penangkapan ikan karena tidak ada energi yang dihasilkan tubuh, hasil jumlah tangkapan menjadi sedikit dan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan mengingat waktu yang diperlukan saat melaut sekitar ±8 jam. Berdasarkan asumsi untuk bekal makanan apabila ada kenaikan biaya untuk bekal makanan  Rp 1.000-, dengan asumsi semua variabel independen tetap, maka akan terjadi pengurangan pendapatan nelayan sebesar Rp 872-, oleh karena itu sebaiknya nelayan lebih meminimalisasikan baiya untuk bekal makanan semisalnya dengan membuat bekal dari rumah. Selain itu dapat disarankan bagi nelayan agar memilih lauk atau pun sayuran yang mengandung gizi tinggi namun dengan harga yang lebih minim agar mengurangi biaya pengeluaran.

IV.D.3.  Hasil Uji t terhadap biaya total
Berdasarkan  data yang diperoleh dari nelayan yang melakukan  pergantian alat tangkap terjadi perbedaan  biaya jika dilihat dari biaya tetap dan biaya variabelnya. Untuk itu maka dilakukan Uji t terhadap biaya menggunakan selang kepercayaan 95% (α = 0,05) memiliki hipotesis:
H0 = Rata-rata biaya penangkapan ikan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sama atau tidak berbeda secara nyata
H1 = Rata-rata biaya penangkapan ikan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah tidak sama atau berbeda secara nyata
Hasil perhitungan uji Paired Sample t-Test dapat disajikan pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.11.Hasil Uji Hipotesis Paired Sample Statistic

Paired Differences
T
Df
Sig.
(2Tailed)
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval Of The Difference
Lower
Upper
Pair 1
Biaya
Sebelum  Biaya
Setelah
5946.42857
4454.16843
841.75871
4219.28236
7673.57478
7.064
28
.000
Sumber: data SPSS,2019
               Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa t-hitung untuk data biaya yang dikeluarkan nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah 7,064 dengan nilai probabilitas Sig. (2-Tailed) sebesar 0,000 < alpha 0,05 dengan nilai t-Tabel untuk df =27 adalah 2,05183 sehingga t-hitung > t- Tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata biaya yang dikeluarkan nelayan sebelum dan setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
  Biaya merupakan salah satu faktor penentu dalam menjalankan suatu usaha. Biaya yang digunakan pada usaha perikanan dengan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet berasal dari biaya tetap yaitu perawatan dan penyusutan dan biaya variabel yaitu solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, dan Upah ABK.  Setiap trip penangkapan diperlukan waktu 1-2 hari tergantung kepada banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh. Menurut keterangan nelayan dalam satu bulan kegiatan penangkapan dilaksanakan rata-rata 20 trip.
IV. E. Pendapatan yang diterima nelayan dan uji t terhadap pendapatan
Pendapatan merupakan bentuk balas jasa yang diperoleh sebagai imbalan atau balasan atas jasa yang disumbangkan seseorang terhadap proses produksi. Pendapatan yang dihasilkan umumnya bersumber dari usaha sendiri (wiraswasta) atau bekerja pada orang lain sebagai egawai, karyawan atau buruh. Selain itu, sumber pendapatan juga dapat berasal dari hasil kepemilikan, misanya melalui penyewaan lahan, rumah, sawah dan lain-lain (Gilarso,2004). Pendapatan yang diterima oleh buruh nelyaan diperoleh dengan sistem bagi hasi dengan para pemilik kapal atau jurangan. Sebelum membagi uang hasil penjualana ikan, juragan akan memotong 5-10% untuk biaya perbekalan kapal, setelah itu juragan akan membagikan pendapatan bersih tersebut kepada nelayan buruh. Namun nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara umunya menggunakan kapal sendiri yang digunakan untuk melaut dan biasanya hanya membayar Anak Buah Kapal (ABK) sebagai orang yang dapat membantu nelayan selama melaut. Ikan hasil tangkapan kemudian langsung dijual kepada pedagang.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba membandingkan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah adanya pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisis sebelum dan sesudah yaitu studi perbandingan comparative study.
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan adalah melalui tingkat pendapatan. Pendapatan usaha tangkap merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya penangkapan yang benar-benar dikeluarkan oleh nelayan baik per trip maupun per tahun namun dalam penelitian ini dibatasi hanya per trip
4.12.        Pendapatan rata-rata pertrip usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap ramah lingkungan

No.
Uraian
Pendapatan (Rp)
Pendapatan kotor
Pendapatan Bersih
1.
Sebelum mengganti alat tangkap
 273.929

123.554  

2.
Setelah mengganti alat tangkap
252.143

107.714
                                                    

        Berdasarkan data Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa pendapatan kotor rata-rata nelayan  sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 273.929-,  dan pendapatan kotor rata-rata setelah mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 252.143 -, artinya pendapatan kotor rata-rata nelayan yang diperoleh lebih kecil karena hasil tangkapan menurun pada beberapa jenis tangkapan setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan,dengan selisih perbedaan biaya sebesar Rp 21.786-,.
           Pendapatan bersih rata-rata nelayan  sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 123.554-, dan pendapatan bersih rata-rata nelayan setelah mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 107.714-, artinya pendapatan bersih rata-rata nelayan yang diperoleh lebih sedikit setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dengan selisih  biaya sebesar Rp 15.840-,.
Guna mendapatkan informasi nyata atau tidak perbedaan pendapatan nelayan maka ada pendapatan nelayan sebelum dan sesudah pergantian kea lat tangkap ramah lingkungan dilakukan uji t. Menggunakan selang kepercayaan 95% (α = 0,05) memiliki hipotesis:
H0 = Pendapatan nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara  tidak terdapat perbedaan
H1 = Pendapatan nelayan sebelum dan setelah pergantian  alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara terdapat perbedaan
Hasil perhitungan uji Paired Sample t-Test dapat disajikan pada Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.13.  Hasil Uji Hipotesis Paired Sample Statistic  

Paired Differences
T
Df
Sig. (2-Tailed)
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval Of The Difference
Lower
Upper
Pair 1
Pendapatan
Sebelum
Pendapatan
Setelah
15839.28571
6327.56107
1195.79664
13385.71367
18292.85776
13.246
27
.000

Berdasarkan Tabel 4.13 menunjukkan bahwa t-hitung untuk data pendapatan yang diperoleh nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah 13.246 dengan nilai probabilitas Sig. (2-Tailed) sebesar 0,000 < alpha 0,05 dengan nilai t-Tabel untuk df=27 adalah 2,05183 sehingga t-hitung > t- Tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh nelayan sebelum dan setelah  pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang sudah dilakukan,diketahui bahwa ada perbedaan pendapatan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumater Utara. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan nilai asym.Sig(2-tailed) variabel pendapatan sebesar 0,00 < 0,05. Diketahui,  pendapatan bersih rata-rata nelayan  sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 123.554-, dan pendapatan bersih rata-rata nelayan setelah mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 107.714-, artinya pendapatan bersih rata-rata nelayan yang diperoleh lebih kecil setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, dengan selisih perbedaan biaya sebesar Rp 15.840-,. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat perbedaan pendatan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet.
       
 IV.F. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan variabel hasil produksi (X1) dan biaya (X2) dalam hal ini biaya yaitu biaya total dari biaya tetap dan biaya variabel terhadap variabel dependen pendapatan nelayan (Y) dalam hal ini pendapatan nelayan yaitu pendapatan bersih.
Persamaan regresi yang dipakai adalah sebagai berikut (Supranto, Johanes,1998):
Keterangan:
Y = Pendapatan Nelayan
= koefisien regresi dari variabel produksi (X1)
 = variabel produksi
 = koefisien regresi dari variabel biaya (X2)
= variabel biaya
 = standard error
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis ini mengetahui arah hubungan antar variabel (Tabel 4.14).
Tabel 4.14.  Signifikansi antara variabel pendapatan (Y) terhadap solar (X1), bekal   makanan  (X2) dan hasil produksi (X3)

No.
Variabel Independen
keterangan
1.
Biaya perawatan
Tidak signifikan
2.
Biaya penyusutan
Tidak signifikan
3.
Oli
Tidak signifikan
4.
Es
Tidak signifikan
5.
Air bersih
Tidak signifikan
6.
Upah ABK
Tidak signifikan
7.
Solar
Signifikan
8.
Bekal Makanan
signifikan
9.
Hasil Produksi
signifikan
   Sumber:data SPSS,2019
Hasil pengujian korelasi dalam penelitian pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yaitu secara parsial variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan) adalah solar, bekal makanan dan hasil produksi. Hal ini dilihat berdasarkan tabel diatas dimana kesembilan variabel independen, ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan artinya variabel independen lain yang tidak berpengaruh secara signifikan dapat dianggap memiliki pengaruh yang tetap atau tidak berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. 

Tabel 4.15  Korelasi antara variabel pendapatan (Y) terhadap solar (X1), bekal   makanan  (X2) dan hasil produksi (X3)

Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.659a
.434
.363
13591.939

Nilai R yang merupakan simbol dari koefisien. Pada Tabel 4.15 di atas nilai korelasi adalah 0,659. Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa hubungan kedua variabel penelitian berada pada kategori cukup. Melalui tabel diatas juga diperoleh nilai R square atau koefisien determinan yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabel dindependen dan variabel dependen. Nilai koefisien determinan yang diperoleh adalah 0,434 atau 43,4%. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa variabel independen (solar (X1), bekal makanan (X2) dan hasil produksi (X3)) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 43,4% terhadap variabel dependen (pendapatan (Y))
      Tabel 4.16 Signifikansi Regresi Linier
Model
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
3.401E9
3
1.134E9
6.137
.003a
Residual
4.434E9
24
1.847E8


Total
7.835E9
27




Tabel uji signifikan diatas digunakan untuk menentukan taraf signifikan atau linieritas dari regresi. Kriteria dapat ditentukan berdasarkan uji nilai signifikasi (Sig), dengan ketentuan jika nilai Sig < 0,05. Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai Sig.=0,003, berarti Sig.<0,05. Artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian moleh persamaan regresi linier berganda berdasarkan data penelitian adalah signifikan atau model persamaan memenuhi kriteria.
Hasil analisis variabel hasil produksi yang didapat nelayan dan biaya yang dikeluarkan nelayan terhadap pendapatan nelayan dari hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.17 Hasil Uji Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
-57267.909
46557.232

-1.230
.231
Solar
-.179
.808
-.035
-.222
.827
bekal_makanan
- 0.872
2.923
.326
2.009
.056
hasil_produksi
.340
.110
.495
3.086
.005
Sumber: data SPSS,2019
Berdasarkan Tabel 4.17 maka didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Nilai konstanta sebesar -57267,909 yang berarti bahwa jika tidak ada perubahan variabel independen yang terdiri dari solar, bekal makanan dan hasil produksi yang mempengaruhi pendapatan maka besarnya pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara akan tetap seperti pendapatan awal.

KESMIPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
1.   Pergantian alat penangkapan ikan dari pukat langgai (alat tangkap yang tidak ramah lingkungan)ke gillnet (alat tangkap ramah lingkungan) memberi pengaruh yang signifikan pada hasil tangkapan ikan terhadap pendapatan nelayan. Hasil tangkapan ikan menggunakan pukat langgai lebih tinggi (362 kg) dibanding dengan hasil tangkapan menggunakan alat tangkap gillnet ( 338 kg)
2.   Pergantian alat penangkapan ikan dari pukat langgai (alat tangkap yang tidak ramah lingkungan)ke gillnet (alat tangkap ramah lingkungan) memberi pengaruh yang signifikan pada biaya produksi terhadap pendapatan nelayan. Biaya lebih kecil setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
3.             Pendapatan bersih nelayan lebih besar sebelum dilakukan penggantian alat penangkapan ikan (Rp.123.554) ke alat yang ramah lingkungan gill net        ( Rp. 107.714 ). Selisih pendapatan nelayan sebelum dan sesudah pergantian kealat tangkap ramah  lingkungan sebesar Rp.15.840 per trip.

DAFTAR PUSTAKA
Anggreini A.P., Astuti S.S., Miftahudin I., Novita P.I.,Wiadnya D.G.R. 2017. Uji selektivitas alat tangkap gillnet millennium terhadap hasil tangkap ikan kembung (Rastrelinger brachysoma). Journal of Fisheries and marine science. Vol.1(1):24-3.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.

Budiono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. BPFE UGM.

Djasmin, S.S dan Djumanto. 2014. Komposisi Ikan Hasil Tangkap Jaring Insang Pada Berbagaishorting di Waduk Sermo. Journal Fishsci. Vol.16(1):35-42.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2015. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.2/2015  Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets)  di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. DKP: Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.2/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan. DKP: Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.71/2016 tentang tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

 Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2009. Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap.

Fadlan, dan Arifin Z. 2017. Analisis perbedaan tingkat pendapatan pedagang sayur sesudah dan sebelum relokasi dari pasar merjosari ke pasar landungsari. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol.1(3):297-309.

Fyson. 1985. Design of Small Fishing Vessel. Food and Agriculture. Organization of United Nation (FAO).

Ghozali, 2012. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Ibm SPSS. Yogyakarta. Universitas Diponogoro.

Hair. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition.Prentice Hall. Upper Saddle River: New Jersey.

Hendrik. 2012. Analisis usaha alat tangkap gillnet di Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.17(2):28-35).

Hermawan. 2006. Seri 9 Hermawan Kertajaya On Marketing Mix. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Istiqomah L., Pramonowibowo dan Ayunita D. 2017. Analisis pendapatan dan fakor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan gillnet  kapal motor (KM)  dan motor tempel (MT) di PPP Tegalsari Kota Tegal. Jurnal Perikanan Tangkap. Vol.1(2).

Lisna, Amelia J.M., Nelwida, Andriani M. 2018. Tingkat Keramahlingkungan Alat Tangkap Gillnet di Kecamatan Nipah Panjang Jambi. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol.9(1):83-96.

Maleong, J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Martasuganda, S. 2002. Teknologi Penangkapan Jaring Insang. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rahim. 2011. Analisis pendapatan usaha tangkap nelayan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah pesisir pantai Sulawesi Selatan. Jurnal Sosek KP. Vol.6(2):235-247.

Rijal, M. 2008. Kompoisisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan Jaring Isang Hanyut di Perairan Sungai Liat, Bangka. Jurnal BTI. Vol.6(1):23-24.

Santoso. 2010. Statistika Multivariate Konsep Dan Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta: Gramedia.

Sari R.P., Wijayanto D., dan Kurohman F. 2017. Analisis perbandingan pendapatan nelayan dengan pola waktu penangkapan berbeda pada alat tangkap anco (Lift Net) di perairan rawa bulung, kabupaten kudus. Journal of Fisheries Resources Ultilization Management and Technology. Vol.6(4):110-118.

Subani, W. dan Barus, H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang laut di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Subri, M. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumardi, Zainal, Sarong A., Rahardjo I.P. dan Sukandar.2013. Alat Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan Berbasis Code Of Conduct For Responsible Fisheries di Kota Banda Aceh. Jurnal Agrisep.Vol.15(2):10-18.

Supranto. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta.

Winardi.1992. Kamus ekonomi.  Bandung: Mandar Maju.

---------------. Promosi dan Reklame. Bandun:. Mandar Maju