PENDAHULUAN
Indonesia sebagai Negara kepulauan
yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan
yang sangat besar dan beragam (UU No.45/2009).
Potensi perikanan yang dimiliki merupakan sumber pendapatan Negara disamping menjadi
sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan
(Hermawan, 2006). Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor perikanan terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesarRp 59,98 triliun pada kuartal III
tahun 2018, dimana jumlah tersebut mengalami kenaikan 3,71 persen jika dibandingkan
dengan kuartal III tahun 2017.
Disamping itu, produk perikanan merupakan bahan makanan penting masyarakat
pada umumnya. Sepanjang 5 tahun belakangan, target konsums ikan per kapita pertahunnya selalu
meningkat, yaitu tahun 2014 sebesar 38,14 kilogram (kg) per kapita, tahun 2015
sebesar 40,9 kg per kapita, tahun 2016 sebesar 43,88 kg per kapita, tahun 2017
sebesar 47,12 kg per kapita, dan tahun 2018 sebesar 50 kg per kapita per tahun,
sementara untuk tahun 2019, target konsumsi perikanan nasional menjadi 54,49
per kapita per tahun. (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2019). Atas
dasar inilah pembatasan penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan
perlu dilakukan untuk dipertahankan keberlanjutannya. Hal ini karena perikanan tangkap
merupakan usaha menangkap ikan yang sangat tergantung pada ketersediaan atau daya
dukung sumber daya ikan dan lingkungannya.
Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan larangan alat penangkapan ikan
(API) tidak ramah lingkungan sejak tahun 2015. Pelarangan tersebut kemudian diatur
dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan
API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat
Tarik (Seine Nets) di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Alat tangkap tersebut selama ini
banyak digunakan oleh nelayan dan pemilik kapal yang beroperasi di wilayah pesisir
pantai. Larangan penggunaan api pukat hela (trawls)
dan pukat tarik (seine nets) di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia karena alat tangkap tersebut
dinilai tidak ramah lingkungan dan bertentangan dengan visi dan misi Pemerintah
Indonesia untuk mengembalikan kesehatan ekosistem di laut.
Sejalan dengan itu, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan
kembali menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016
Tentang Jalur
Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia yang semakin mempertegas bahwa penggunaan alat tangkap
ikan yang tidak ramah lingkungan sudah jelas dilarang beroperasi di perairan
Indonesia.
Pada UU 45/2009 tentang Perikanan Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa setiap
orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan
dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya
ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia. (2) Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan
ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Sementara itu nelayan yang sejak
lama menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut sudah terbiasa dan
menikmatinya, sehingga merubah kebiasaan tersebut tentu tidak semudah membalikkan
telapak tangan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut pemerintah melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015-2019 telah memprogramkan pergantian alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan tersebut secara bertahap dan pemerintah daerah
diminta untuk memberikan data yang akurat untuk proses lebih lanjut. Namun
program kebijakan terebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal
tersebut dikarenakan oleh ketersediaan anggaran dan penyerapan anggaran,
sehingga diharapkan kepada para nelayan yang masih menggunakan alat tangkap ikan
yang dilarang untuk menggantinya secara mandiri.
Alat tangkap jaring insang (gillnet)
menjadi salah satu pilihan dikarenakan alat tangkap ini adalah jenis alat tangkap
ikan yang pasif, selektif dan
juga ramah lingkungan. Pengoperasian gillnet konvesional (yang umum dioperasikan di Indonesia) relatif sederhana, sebagian besar pelaksanaan operasi menggunakan tenaga manusia. Gillnet hampir dapat dioperasikan diseluruh lapisan kedalaman perairan mulai dari lapisan
permukaan, pertengahan hingga
lapisan dasar
perairan juga dapat dioperasiakan
diberbagai jenis perairan seperti perairan
pantai, laut dan samudera.
Lisna, Amelia, Nelwida dan Andriani (2018)
melakukan penelitian mengenai tingkat keramahan lingkungan alat tangkap Gillnet di Kecamatan Nipah Panjang,
Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian terhadap tingkat
keramahlingkungan alat tangka menurut kriteria FAO, maka alat tangkap gillnet kurau, gillnet 7 inci, gillnet millennium, dan gillnet 4 inci adalah alat
tangkap ramah lingkungan. Gill net
kurau menempati kategori alat tangkap sangat ramah lingkungan.
Hendrik (2012) melakukan penelitian di
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang menunjukkan bahwa upaya
penangkapan ikan dengan gillnet menggunakan
beberapa kriteria investasi masih layak untuk dikembangkan.
Kabupaten Langkat adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi
Nangroe Aceh Darumssalam dan Selat
Malaka. Panjang garis pantai ±
110,393 km dengan masyarakat pesisir (nelayan) sebanyak 19.232 jiwa. Dari total
populasi tersebut terdapat 930 nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang
dilarang seperti pukat langgai, pukat hela, pukat layang dan trawl mini yang
dimodifikasi dengan pembuka papan atau besi (Diskanla Kab.Langkat,
2018).
Tabel 1.1. Nelayan Kabupaten Langkat yang menggunakan alat
tangkap yang dilarang
No
|
AlatTangkap
|
Jumlah (Unit)
|
1.
|
Pukat Langgai/
Pukat Hela
|
250
|
2.
|
Pukat Layang
(pembukakayuataubesi)
|
600
|
3.
|
Trawl mini
(modifikasi dengan papan pembuka)
|
80
|
Sumber :Diskanla
Kab.Langkat 2018
Produksi perikanan di Kabupaten Langkat masih didominasi oleh produksi
perikanan laut melalui kegiatan penangkapan. Hal ini terlihat dari data yang
diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat 2018. Produksi perikanan
di Kabupaten Langkat pada tahun 2018 tercatat 30.079,4 ton dimana 22.102 ton berasal dari perikanan tangkap, 1.347,1
ton perikanan budidaya laut, 1.913,6 pengolahan ikan dan 4.716,7 ton budidaya
tambak. Dari data tersebut
terlihat jelas bahwa perikanan tangkap memberikan kontribusi yang paling besar
(22.102
ton).
Adapun daerah yang mendapatkan bantuan alat tangkap adalah Kecamatan
Brandan Barat. Kecamatan Brandan Barat mempunyai luas yang mencapai 8.980 Ha
(89,80 km²), dengan posisi geografis 4º06’16” - 3º57’18” Lintang Utara dan
98º18’42” - 97º11’49” Bujur Timur dengan ketinggian 4 meter diatas permukaan
laut. Secara administratif wilayah Kecamatan Brandan Barat di sebelah utara
berbatasan dengan kecamatan Pangkalan Susu, di sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Babalan Dan Selat Malaka, di sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Sei Selapan, serta di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Besitang.
Terdiri dari 7 Desa/Kelurahan dan 24 Dusun. Desa yang menjadi lokasi penelitian
adalah Desa Perlis yang pekerjaan nelayannya adalah nelayan penuh.
Adapun nelayan yang sudah mendapatkan bantuan pergantian alat tangkap
yang ramah lingkungan (jaring insang/gillnet)
masih sebanyak 28 orang. Bantuan ini adalah bantuan Pemerintah Daerah Tahun
2018. Sisanya sudah dalam pengusulan tetapi belum ada pergantian sampai saat ini.
Sementara itu beberapa orang nelayan yang merasa tidak nyaman sudah mengganti alat
tangkap mereka yang tidak ramah lingkungan menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan
seperti jaring insang (gill net)
dengan modal sendiri (secara mandiri).
Melihat fenomena masih adanya nelayan yang menggunakan alat tangkap yang
dilarang di perairan Kabupaten Langkat serta meresahkan para nelayan lain dalam
usaha menangkap ikan, menimbulkan keinginan Penulis untuk melakukan penelitian
“Pergantian ke alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) pengaruhnya terhadap
pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.”.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Saputri (2011) dalam Sari R.P., Wijayanto D., dan Kurohman F (2017),
metode deskriptif yaitu cara penelitian yang mengutamakan pengamatan
(observasi) terhadap kondisi dimasa sekarang. Pada penelitian digunakan untuk mendeskripsikan dan mengambarkan mengenai
aspek teknis, ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan
setelah terjadi pergantian alat tangkap
menjadi alat tangkap ramah lingkungan (gillnet)
di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini yang merupakan data primer adalah berupa data hasil
penyebaran kuisioner berupa pertanyaan yang disampaikan di dalam kuisioner terkait dengan pergantian alat tangkap ramah
lingkungan dan terkait pendapatan nelayan sebelum dan sesudah menggunakan alat
tangkap ramah lingkungan Gillnet yang
diberbantukan oleh pemerintah di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara, contohnya : data jumlah nelayan
yang mendapatkan bantuan alat tangkap yang ramah lingkungan yang diperoleh dari
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dan buku
yang berkaitan dengan Analisis dan Penangkapan yaitu berupa data karakteristik
nelayan (usia, status perkawinan, pengalaman dan tingkat pendidikan).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan pengguna gill net yang sebelumnya menggunakan alat tangkap
yang dilarang beroperasi seperti pukat langgai, hela dan
trawl yang dimodifikasi. Data yang diperoleh dari observasi dan wawancara dengan responden selanjutnya diolah dengan Microsoft
Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabel,
grafik dan diagram untuk kemudian dianalisis secara deskriptif.
Analisis data menurut
Maleong, Lexy J.(2007) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis
data dapat berbentuk analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Analisis
tingkat pendapatan menggunakan formula sebagai berikut:
a.
Hasil Produksi
Hasil produksi yaitu
berupa hasil tangkapan ikan yang didapat oleh nelayan selama melaut dalam
bentuk rupiah. Dalam hal ini hasil tangkapan dihitung pertrip. Hasil produksi
dalam penelitian ini disesuaikan dengan daerah melaut yaitu ikan gembung, ikan
bawal, udang dan ikan curah. Adapun rumus total hasil tangkapan produksi yang
dihasilkan nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara sebagai berikut:
b. Biaya tetap (Fixed cost)
Biaya tetap adalah biaya
yang penggunaannnya tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan
walaupun tidak berproduksi yaitu biaya penyusutan alat dan perawatan.
Penyusutan alat terjadi karena pengaruh umur atau karena dipakai. Alat-alat
seperti perahu, mesin alat tangkap, keranjang, lampu, tali jangkar, dan jangkar
mengalami penyusutan.
c. Biaya variabel (Variable cost)
Biaya variabel adalah
biaya yang habis dalam satu kali operasi penangkapan atau biaya yang
dikeluarkan selama proses usaha berlangsung yaitu biaya bahan bakar (solar),
oli, es, air bersih, konsumsi, biaya ABK. Biaya variabel selalu dikeluarkan
sepanjang waktu produk selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya
ratarata/tahun.
d. Pendapatan
Dalam
pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992),
mengemukakan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor
produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan menurut Winardi
(1992), pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat
dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Adapun rumus pendapatan
adalah sebagai berikut:
TR = P x Q
TR = P x Q
Keterangan :
TR : Total Pendapatan
P : Harga perkilogram
Q : Jumlah perkilogram
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti maka diperoleh data dari nelayan yang berada di Kabupaten
Langkat sebelum dan sesudah pergantian alat jenis tangkapnya. Kapal yang digunakan nelayan umumnya kapal motor dengan mesin 112-23 PK &
2-3 GT (gross ton) termasuk dalam klasifikasi nelayan tradisional/nelayan kecil, kemudian semua nelayan yang diteliti menggunakan alat pukat langgai
sebagai alat tangkapnya.
IV.A. Karakteristik
Responden
Pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dimana sampel yang digunakan
sebanyak 28 orang yang dianggap mewakili populasi nelayan. Pada bagian ini akan
dibahas karakteristik responden berdasarkan umur, jumlah tanggungan keluarga,
pengalaman, dan lama melaut,.
IV.A.
1. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Umur
Sebagai nelayan merupakan mata
pencarian yang memerlukan kondisi fisik yang baik. Pada umumnya nelayan di
Kabupaten Langkat Sumatera Utara berusia relatif 20 tahunan keatas hal ini
merupakan usia yang relatif muda sehingga memiliki kemampuan fisik dan
kesehatan yang baik. Berdasarkan umurnya, penduduk yang berusia 0-14 tahun
merupakan penduduk yang belum produktif, penduduk berusia 15-64 merupakan
penduduk dengan usia produktif sementara 65 tahun keatas merupakan penduduk
dengan usia tidak produktif (Kusumowidho,2000). Distribusi responden
berdasarkan umur di Kabupaten Langkat Sumatera Utara sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kabupaten Langkat Sumatera Utara
Frequency
|
Percent
|
||
Valid
|
20-30 tahun
|
1
|
3.6
|
31-40 tahun
|
4
|
14.3
|
|
41-50 tahun
|
13
|
46.4
|
|
51-60 tahun
|
10
|
35.7
|
|
Total
|
28
|
100.0
|
Gambar. 4.1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kabupaten Langkat Sumatera Utara
Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.menunjukkan
bahwa tingkat umur nelayan dimulai pada usia 20–an tahun. Distribusi responden
menurut tingkat umur nelayan terbesar di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara berada pada interval umur 41-50 tahun dengan jumlah nelayan sebesar 13
orang atau 64,4 persen. Distribusi responden menurut tingkat umur nelayan
terkecil berada pada umur 20-30 tahun dengan jumlah nelayan sebesar 1 orang
atau 3,6 persen.
IV.A.
2. Responden Menurut Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud
pada penelitian ini adalah pendidikan formal yang telah ditempuh oleh nelayan.
Pada penelitian ini nelayan yang menjadi responden memiliki tingkatan pendidikan hanya
SD dan SMP.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Frequency
|
Percent
|
||
Valid
|
SD
|
22
|
78.6
|
SMP
|
6
|
21.4
|
|
Total
|
28
|
100.0
|
Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut tingkat pendidikan
terakhir terbesar berada di tingkat SD. Jumlah nelayan tersebut sebesar 22
orang atau 78,6 persen. Distribusi responden terkecil berada di tingkat SMP.
Jumlah nelayan sebesar 6 orang atau sekitar 21,4 persen. Rendahnya tingkat
pendidikan nelayan tersebut disebabkan oleh beberapa alasan seperti mereka
lebih menyukai untuk melakukan penangkapan ikan dibandingkan dengan melanjutkan
sekolah, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dan juga kehidupan orang tua
mereka yang sebelumnya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Besarnya potensi
ikan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada saat itu merupakan salah satu
alasan mereka lebih memilih melaut daripada melanjutkan sekolah.
IV.A. 3. Responden Menurut Pengalaman
Pengalaman melaut merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan seorang nelayan dalam mempersiapkan dan mengelola hasil
tangkapan. Pada umumnya nelayan yang memiliki pengalaman melaut yang lebih
banyak, memiliki keahlian khusus dalam mengelola hasil tangkapan dibandingkan
dengan nelayan yang masih belum banyak pengalaman. Misalnya bagaimana cara
meningkatkan hasil tangkapan, mengetahui arah angin dan waktu-waktu yang tepat
untuk melaut agar hasil tangkapan banyak yang berlanjut pada pendapatan yang
meningkat. Berikut ditampilkan tabel distribusi responden menurut pengalaman
melaut.
Tabel 4.3 Distribusi
Responden Menurut Pengalaman
Frequency
|
Percent
|
||
Valid
|
10-15 tahun
|
5
|
17.9
|
16-20 tahun
|
10
|
35.7
|
|
21-25 tahun
|
6
|
21.4
|
|
26-30 tahun
|
7
|
25.0
|
|
Total
|
28
|
100.0
|
Gambar 4.3. Distribusi
Responden Menurut Pengalaman
Tabel 4.3 dan Gambar
4.3 menunjukkan bahwa tingkat pengalaman kerja nelayan berbeda-beda.
Distribusi responden dengan tingkat pengalaman terbesar berada pada interval
16-20 tahun yaitu sebesar 10 orang nelayan atau 35.7 persen. Tingkat pengalaman melaut nelayan yang
terkecil berada di atas 10-15 tahun yaitu sebesar 5 orang nelayan atau 17.9
persen.
IV.A. 4. Responden Menurut Lama Melaut
Lama
melaut mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan tangkap. Hal ini karena
semakin jauh jarak yang ditempuh nelayan maka jumlah produksi hasil tangkapan
juga akan meningkat yang menyebabkan pendapatan juga ikut mengalami
peningkatan, begitu pula sebaliknya. Berikut ditampilkan karakteristik
responden menurut lama melaut di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Tabel
4.4 Distribusi Responden Menurut Lama Melaut
Frequency
|
Percent
|
||
Valid
|
8
|
28
|
100.0
|
IV.B. Uji Normalitas
Uji
Normalitas terhadap data biaya, hasil produksi dan pendapatan dilakukan untuk
mendapatkan data yang normal. Uji ini dilakukan menggunakan kolmogorov-smimov. Berikut ini adalah hasil uji
tersebut.
Tabel.4.5 Uji
normalitas pada kelompok nelayan sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan
Hasil Produksi
|
Biaya
|
Pendapatan
|
||
N
|
28
|
28
|
28
|
|
Normal Parametersa,B
|
Mean
|
267857.1429
|
153517.8571
|
117482.1429
|
Std. Deviation
|
35485.74496
|
7847.48384
|
33934.70914
|
|
Most Extreme Differences
|
Absolute
|
.213
|
.257
|
.202
|
Positive
|
.213
|
.257
|
.202
|
|
Negative
|
-.143
|
-.153
|
-.138
|
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
1.125
|
1.359
|
1.071
|
|
Asymp. Sig. (2-Tailed)
|
.159
|
.050
|
.202
|
Sumber:
data diolah SPSS, 2019
Berdasarkan
Tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa asymp.Sig
(2-tailed) untuk hasil produksi
nelayan sebelum pergantian alat tangkap ramah lingk
Tabel 4.6 Uji
normalitas pada kelompok nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan
Biaya
|
Hasil_Produksi
|
Pendapatan
|
||
N
|
28
|
28
|
28
|
|
Normal Parametersa,B
|
Mean
|
145178.5714
|
238535.7143
|
99892.8571
|
Std. Deviation
|
3659.62527
|
24824.54303
|
25855.85296
|
|
Most Extreme Differences
|
Absolute
|
.201
|
.160
|
.095
|
Positive
|
.200
|
.160
|
.092
|
|
Negative
|
-.201
|
-.102
|
-.095
|
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
1.065
|
.845
|
.701
|
|
Asymp. Sig. (2-Tailed)
|
.206
|
.473
|
.763
|
Sumber : Data SPSS,2019
Berdasarkan
Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa asymp.Sig
(2-tailed) untuk hasil produksi
nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar
0.473 termasuk berdistibusi normal. Asymp.Sig
(2-tailed) untuk biaya yang
dikeluarkan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara adalah sebesar 0,206 termasuk berdistribusi normal. Asymp.Sig (2-tailed) untuk pendapatan yang diterima nelayan setelah pergantian
alat tangkap ramah lingkungan gillnet
di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,763 termasuk
berdistribusi normal.
IV.C. Hasil Penangkapan ikan sebelum dan sesudah pergantian alat
tangkap ikan dan Uji t terhadap hasil produksi
IV.C.1. Hasil
Produksi Penangkapan ikan sebelum dan sesudah pergantian alat tangkap ikan
Lokasi penangkapan nelayan gillnet
adalah Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dan memiliki panjang garis
pantai ± 110,393 km. Adapun jenis
ikan yang tertangkap seperti kembung, bawal, udang dan rucah. Harga ikan hasil
tangkapan bervariasi antara Rp 5.000-, sampai dengan Rp 30.000-,/kg. Apabila
dirata-ratakan harga ikan dari hasil tangkapan nelayan adalah Rp 19.750-,/kg.
Proporsi hasil tangkapan rata-rata per trip, harga ikan per kg dari usaha
penangkapan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4.7. Total hasil produksi pertrip usaha tangkap ikan sebelum dan
sesudah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet
No.
|
Uraian
|
Nama
Ikan
|
Hasil
tangkapan
|
|
Jumlah
ikan total (Kg)
|
Harga
ikan rata-rata (Rp/Kg)
|
|||
1.
|
Sebelum
pergantian alat tangkap
|
Kembung
|
156
|
100.285,7
|
Bawal
|
83
|
77.071,43
|
||
Udang
|
60
|
64.285,71
|
||
rucah
|
63
|
11.250
|
||
2.
|
Setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan
|
Kembung
|
167
|
107.357,1
|
Bawal
|
83
|
77.071,43
|
||
Udang
|
43
|
46.071,43
|
||
rucah
|
45
|
8.035,714
|
Berdasarkan
Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa ada empat jenis ikan hasil tangkapan nelayan
yaitu ikan kembung, ikan bawal, udang, dan rucah. Hasil rata-rata tangkapan
ikan kembung sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 156 kg dengan harga
Rp18.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 100.285,7-,. Hasil rata-rata
tangkapan ikan kembung setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 167 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 107.357,1 artinya
jumlah tangkapan ikan kembung yang dihasilkan lebih banyak karena dilakukan dimalam hari setelah dilakukan pergantian
alat tangkap,dengan selisih perbedaan jumlah tangkapan yaitu 12 kg dan sebesar
Rp 7.071,3-,.
Hasil
rata-rata tangkapan ikan bawal sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan
gillnet sebanyak 83 kg dengan harga
Rp 26.000-,/kg sehingga diperoleh Rp 77.071,43-,. Sedangkan Hasil rata-rata tangkapan ikan bawal
setelah pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet sebanyak 83 kg
sehingga diperoleh sebesar Rp 77.071,43 artinya jumlah tangkapan ikan bawal
yang di hasilkan tidak berbeda
setelah pergantian alat tangkap
Hasil
rata-rata tangkapan udang sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 60 kg dengan harga
Rp30.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 64.285,71-,. Sedangkan Hasil
rata-rata tangkapan udang setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 43 kg sehingga diperoleh sebesar Rp 46.071,43-,
artinya jumlah tangkapan udang yang dihasilkan lebih sedikit dikarenakan nelayan melakukan penangkapan dipagi hari
setelah dilakukan pergantian alat tangkap, dengan selisih perbedaan jumlah
tangkap yaitu 17 kg dan sebesar Rp 18.214,28-,.
Hasil rata-rata tangkapan ikan rucah sebelum
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet
sebanyak 63 kg dengan harga Rp5.000-, /kg sehingga diperoleh sebesar Rp 11.250-,.
Sedangkan Hasil rata-rata tangkapan ikan rucah setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet sebanyak 45 kg sehingga
diperoleh sebesar Rp 8.035,714-, artinya jumlah tangkapan udang yang dihasilkan lebih sedikit karena nelayan melakukan penangkapan
dipagi hari setelah dilakukan pergantian alat tangkap dengan selisih perbedaan
jumlah tangkapan yaitu 18 kg dan sebesar
Rp 3.214,286-,.
Artinya jumlah ikan hasil tangkapan setelah pergantian alat tangkap gillnet mengalami penurunan pada udang
dan ikan curah. Sementara penjualan udang lebih mahal daripada ikan lain, hal
ini yang menyebabkan pendapatan nelayan mengalami penurunan. Selain itu ikan
curah yang didapatkan juga mengalami penurunan. Walaupun harga ikan curah
relatif kecil namun memberikan pengaruh terhadap pendapatan nelayan. Perlu
diperhatikan oleh nelayan untuk dua jenis ikan tersebut yaitu udang dan ikan
curah. Mungkin dengan menggunakan alat tangkap udang yang bersifat ramah
lingkungan. Hal ini dapat membantu nelayan dalam menambah jumlah hasil
tangkapan. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rudi, Aswar dan Sumarno,
Dedi (2015) hasil tangkapan jaring udang yaitu udang banana, udang manis, udang
ronggeng, udang grosok dan udang kayu. Hasil tangkapan yang didominasi oleh
udang banana sebanyak 197 ekor dengan berat 852,5 gr. Untuk ikan curah sendiri
mungkin dapat diolah menjadi ikan asin kering tipis (setelah diolah bisa dijual
dengan harga Rp.50.000/kg dalam keadaan kering)
sehingga dapat membantu menaikkan pendapatan nelayan.
IV.C.2. Uji Hipotesis terhadap Produksi Penangkapan
ikan
Untuk Mengetahui seberapa besar pengaruh biaya dan hasil produksi dalam
pergantian alat tangkap ini maka dilakukan uji t. Dalam hal ini untuk
membandingkan hasil produksi
pergantian alat tangkap ramah lingkungan digunakan uji beda paired sample t test. Pengertian dasar
analisis paired t test merupakan
prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu
grup atau digunakan untuk melakukan pengujian terhadap dua variabel yang berbeda
namun pada satu sampel yang sama. Selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan
hipotesis sebagai berikut:
H0 = Rata-rata produksi ikan hasil sebelum
dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah sama
atau tidak berbeda secara nyata
H1 = Rata-rata produksi ikan hasil sebelum
dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara adalah tidak
sama atau berbeda secara nyata
Hasil
perhitungan uji Paired Sample t-Test
dapat disajikan pada Tabel 4.8 berikut ini:
Tabel
4.8. Hasil Uji Hipotesis Paired Sample
Statistic
Paired Differences
|
T
|
Df
|
Sig.(2Taile)
|
||||||
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
95% Confidence Interval Of The Difference
|
||||||
Lower
|
Upper
|
||||||||
Pair 1
|
Hasil Produksi Sebelum Hasil Produksi Setelah
|
14357.14286
|
21098.03271
|
3987.15341
|
6176.17982
|
22538.10589
|
3.601
|
27
|
.001
|
Sumber:
data SPSS,2019
Berdasarkan
Tabel 4.8, menunjukkan bahwa t-hitung untuk data hasil produksi yang didapat
nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera
Utara adalah 3.601 dengan nilai probabilitas Sig. (2-Tailed) sebesar 0,001 < alpha 0,05
dengan nilai t-Tabel untuk df=27
adalah 2,05183 sehingga t-hitung >
t- Tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil produksi yang didapat nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet di Kabupaten
Langkat Sumatera Utara.
IV.D. Biaya –
biaya yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan
Pada kegiatan penangkapan ikan secara garis besar ada dua jenis biaya
yakni biaya tetap dan variabel. Berikut adalah data dari biaya-biaya tersebut.
IV.D. 1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah
biaya yang penggunaannnya tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap
dikeluarkan walaupun tidak berproduksi yaitu biaya penyusutan alat dan
perawatan. Penyusutan alat terjadi karena pengaruh umur atau karena dipakai.
Alat-alat seperti perahu, mesin alat tangkap, keranjang, lampu, tali jangkar,
dan jangkar mengalami penyusutan. Salah satu cara untuk menghitung selisih
antara nilai awal barang dengan nilai akhir barang dibagi lama pemakaian.
Perincian biaya tetap rata-rata usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap
ramah lingkungan gillnet tersaji pada
Tabel dibawah ini:
Tabel 4.9. Biaya tetap
rata-rata pertrip usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet
No.
|
Uraian
|
Biaya
Tetap (Rp)
|
|
Perawatan
|
Penyusutan
|
||
1.
|
Sebelum
mengganti alat tangkap
|
12.000
|
5.000
|
2.
|
Setelah
mengganti alat tangkap
|
10.000
|
5.000
|
Berdasarkan Tabel 4.9. diketahui bahwa biaya perawatan sebelum pergantian
alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 12.000-, dan biaya perawatan setelah
mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 10.000-, artinya biaya
perawatan yang dikeluarkan oleh nelayan lebih kecil setelah menggunakan alat
tangkap ramah lingkungan, dengan selisih perbedaan biaya sebesar Rp 2.000-,.
Sedangkan biaya penyusutan tidak mengalami perubahan yaitu sebesar Rp 5.000-,
IV.D.
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya
yang habis dalam satu kali operasi penangkapan atau biaya yang dikeluarkan
selama proses usaha berlangsung yaitu biaya bahan bakar (solar), oli, es, air
bersih, konsumsi, biaya ABK. Biaya variabel selalu dikeluarkan sepanjang waktu
produk selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya rata-rata/trip. Dalam
hal ini nelayan menggunakan kapal bermotor.
Tabel 4.10. Biaya variabel rata-rata
pertrip usaha tangkap ikan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet
No.
|
Uraian
|
Biaya
Variabel (Rp)
|
|||||
Solar
|
Oli
|
Es
|
Air
Bersih
|
Bekal
Makanan
|
Upah
ABK
|
||
1.
|
Sebelum
mengganti alat tangkap
|
33.196
|
6.000
|
15.000
|
4.000
|
15.179
|
60.000
|
2.
|
Setelah
mengganti alat tangkap
|
29.250
|
6.000
|
15.000
|
4.000
|
15.179
|
60.000
|
Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui
bahwa terdapat enam jenis biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh nelayan
yaitu Solar, Oli, Es, Air Besih, Bekal Makanan, Upah ABK. Dimana biaya untuk
kapal berupa solar dan oli sedangkan biaya keperluan nelayan berupa air bersih
dan bekal makanan sedangkan biaya untuk hasil tangkapan berupa es dan upah ABK.
Biaya solar sebelum
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet
sebesar Rp 33.196-, dan biaya solar setelah pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet sebesar Rp
29.250-, artinya biaya solar yang dikeluarkan oleh nelayan lebih kecil.
Berdasarkan penelitian ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat perbedaan pendapatan nelayan setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet.
Pertama yaitu dari segi biaya. Ada delapan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan
dalam proses melaut yaitu biaya tetap (penyusutan dan perawatan) dan biaya
variabel (solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, upah ABK). Biaya produksi
merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penangkapan
ikan sampai ikan tersebut siap untuk dijual. Biaya produksi dibedakan biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaannya tidak
habis dalam suatu masa produksi, antara biaya perawatan dan biaya penyusutan.
Sementara biaya variabel adalah biaya yang habis dalam satu kali masa produksi
antara biaya operasional yaitu solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, upah
ABK. Berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan antara biaya yang dikeluarkan
nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet. Hasil pengujian korelasi dalam penelitian pergantian alat
tangkap ramah lingkungan gillnet di
Kabupaten Langkat Sumatera Utara yaitu secara parsial variabel independen yang
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan) adalah solar,
bekal makanan dan hasil produksi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.10 BBM
mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas usaha perikanan,
khususnya usaha tangkap ikan. Biaya penggunaan BBM pada usaha perikanan
mencapai 70% dari biaya operasional melaut. Kondisi inilah yang menjadika BBM
sebagai sarana produksi yang sangat strategis bagi nelayan. Penyediaan BBM yang
memadai, baik dari sisi kuantitas maupun harga. BBM atau bahan bakar minyak
yang digunakan untuk kapal pada penelitian ini berupa bahan solar. Dalam
penelitian ini terlihat jelas pengaruh solar setelah pergantian alat tangkap
ramah lingkungan gillnet yaitu dengan
asumsi apabila ada kenaikan harga solar Rp 1.000-, dengan asumsi semua variabel
independen tetap, maka akan terjadi pengurangan pendapatan nelayan sebesar
Rp179-, oleh karena itu perlunya meminimalisasikan biaya pengeluaran untuk
solar yang dilakukan atau perlu pencarian alternatif lain selain solar sebagai
bahan bakar kapal. Dalam hal ini bisa dengan pengajuan subsidi BBM pada usaha
perikanan yang dimaksudkan untuk membantu nelayan agar dapat membeli BBM sesuai
kebutuhannya dengan harga yang lebih murah sehingga produktivitas dan
pendapatan nelayan meningkat. Selain itu juga, nelayan tidak akan berpikiran
untuk kembali menggunakan alat tangkap pukat.
Faktor biaya yang mengalami perbedaan yaitu bekal makanan. Dalam hal ini
bekal makanan merupakan hal yang penting dalam melaksanakan penangkapan ikan,
mengingat penangkapan dilakukan dilaut sehingga nelayan yang melaut harus
membawa persediaan makanan yang cukup untuk memberikan energi saat menangkap
ikan dan agar tidak mengalami kelaparan. Pengaruh kelaparan terhadap usaha atau
kerja akan memberikan efek dari hasil kerjaannya. Dalam hal ini, nelayan yang
mengalami kelaparan akan mengganggu dalam jumlah penangkapan ikan karena tidak
ada energi yang dihasilkan tubuh, hasil jumlah tangkapan menjadi sedikit dan
berpengaruh terhadap pendapatan nelayan mengingat waktu yang diperlukan saat
melaut sekitar ±8 jam. Berdasarkan asumsi untuk bekal makanan apabila ada
kenaikan biaya untuk bekal makanan Rp
1.000-, dengan asumsi semua variabel independen tetap, maka akan terjadi pengurangan
pendapatan nelayan sebesar Rp 872-, oleh karena itu sebaiknya nelayan lebih
meminimalisasikan baiya untuk bekal makanan semisalnya dengan membuat bekal
dari rumah. Selain itu dapat disarankan bagi nelayan agar memilih lauk atau pun
sayuran yang mengandung gizi tinggi namun dengan harga yang lebih minim agar
mengurangi biaya pengeluaran.
IV.D.3.
Hasil Uji t terhadap biaya total
Berdasarkan data yang diperoleh dari nelayan yang melakukan pergantian alat tangkap terjadi perbedaan
biaya jika dilihat dari biaya tetap dan biaya variabelnya. Untuk itu maka
dilakukan Uji t terhadap biaya menggunakan selang kepercayaan 95% (α =
0,05) memiliki hipotesis:
H0 = Rata-rata biaya penangkapan ikan
sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara adalah sama atau tidak berbeda secara nyata
H1 = Rata-rata biaya penangkapan ikan
sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara adalah tidak sama atau berbeda secara nyata
Hasil perhitungan uji Paired Sample
t-Test dapat disajikan pada Tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.11.Hasil Uji Hipotesis Paired Sample Statistic
Paired Differences
|
T
|
Df
|
Sig.
(2Tailed)
|
||||||
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
95% Confidence Interval
Of The Difference
|
||||||
Lower
|
Upper
|
||||||||
Pair 1
|
Biaya
Sebelum Biaya
Setelah
|
5946.42857
|
4454.16843
|
841.75871
|
4219.28236
|
7673.57478
|
7.064
|
28
|
.000
|
Sumber: data SPSS,2019
Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa t-hitung untuk data
biaya yang dikeluarkan nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap
ramah lingkungan gillnet di Kabupaten
Langkat Sumatera Utara adalah 7,064 dengan nilai probabilitas Sig. (2-Tailed)
sebesar 0,000 < alpha 0,05 dengan nilai t-Tabel
untuk df =27 adalah 2,05183 sehingga t-hitung > t- Tabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata biaya yang dikeluarkan nelayan
sebelum dan setelah pergantian
alat tangkap ramah lingkungan gillnet di
Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Biaya merupakan salah satu faktor
penentu dalam menjalankan suatu usaha. Biaya yang digunakan pada usaha
perikanan dengan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet berasal dari biaya tetap yaitu perawatan dan penyusutan dan
biaya variabel yaitu solar, oli, es, air bersih, bekal makanan, dan Upah ABK. Setiap
trip penangkapan diperlukan waktu 1-2 hari tergantung kepada banyaknya hasil
tangkapan yang diperoleh. Menurut keterangan nelayan dalam satu bulan kegiatan
penangkapan dilaksanakan rata-rata 20 trip.
IV. E. Pendapatan yang diterima nelayan dan
uji t terhadap pendapatan
Pendapatan merupakan bentuk balas jasa yang diperoleh sebagai imbalan
atau balasan atas jasa yang disumbangkan seseorang terhadap proses produksi.
Pendapatan yang dihasilkan umumnya
bersumber dari usaha sendiri (wiraswasta) atau bekerja pada orang lain sebagai
egawai, karyawan atau buruh. Selain itu, sumber pendapatan juga dapat berasal
dari hasil kepemilikan, misanya melalui penyewaan lahan, rumah, sawah dan
lain-lain (Gilarso,2004). Pendapatan yang diterima oleh buruh nelyaan diperoleh
dengan sistem bagi hasi dengan para pemilik kapal atau jurangan. Sebelum
membagi uang hasil penjualana ikan, juragan akan memotong 5-10% untuk biaya
perbekalan kapal, setelah itu juragan akan membagikan pendapatan bersih
tersebut kepada nelayan buruh. Namun nelayan di Kabupaten Langkat Sumatera
Utara umunya menggunakan kapal sendiri yang digunakan untuk melaut dan biasanya
hanya membayar Anak Buah Kapal (ABK) sebagai orang yang dapat membantu nelayan
selama melaut. Ikan hasil tangkapan kemudian langsung dijual kepada pedagang.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba membandingkan
pendapatan nelayan sebelum dan sesudah adanya pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet di Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
analisis sebelum dan sesudah yaitu studi perbandingan comparative study.
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan adalah
melalui tingkat pendapatan. Pendapatan usaha tangkap merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya penangkapan yang benar-benar dikeluarkan oleh nelayan
baik per trip maupun per tahun namun dalam penelitian ini dibatasi hanya per
trip
4.12.
Pendapatan rata-rata pertrip usaha tangkap ikan
pergantian alat tangkap ramah lingkungan
No.
|
Uraian
|
Pendapatan
(Rp)
|
|
Pendapatan
kotor
|
Pendapatan
Bersih
|
||
1.
|
Sebelum
mengganti alat tangkap
|
273.929
|
123.554
|
2.
|
Setelah
mengganti alat tangkap
|
252.143
|
107.714
|
Berdasarkan
data Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa pendapatan kotor rata-rata nelayan sebelum pergantian alat tangkap ramah
lingkungan sebesar Rp 273.929-, dan pendapatan kotor rata-rata setelah
mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 252.143 -, artinya pendapatan kotor rata-rata
nelayan yang diperoleh lebih kecil
karena hasil tangkapan menurun pada beberapa jenis tangkapan setelah
menggunakan alat tangkap ramah lingkungan,dengan selisih perbedaan biaya
sebesar Rp 21.786-,.
Pendapatan bersih rata-rata
nelayan sebelum pergantian alat tangkap
ramah lingkungan sebesar Rp 123.554-,
dan pendapatan bersih rata-rata nelayan setelah mengganti alat tangkap ramah
lingkungan menjadi Rp 107.714-,
artinya pendapatan bersih rata-rata nelayan yang diperoleh lebih sedikit setelah menggunakan alat tangkap
ramah lingkungan dengan selisih biaya
sebesar Rp 15.840-,.
Guna mendapatkan informasi nyata atau tidak perbedaan pendapatan nelayan
maka ada pendapatan nelayan sebelum dan sesudah pergantian kea lat tangkap
ramah lingkungan dilakukan uji t. Menggunakan selang kepercayaan 95% (α = 0,05)
memiliki hipotesis:
H0 =
Pendapatan nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan
(gillnet) di Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara tidak terdapat
perbedaan
H1 = Pendapatan nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan (gillnet) di Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara terdapat perbedaan
Hasil perhitungan uji Paired Sample
t-Test dapat disajikan pada Tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.13. Hasil Uji Hipotesis Paired Sample Statistic
Paired Differences
|
T
|
Df
|
Sig. (2-Tailed)
|
||||||
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
95% Confidence Interval
Of The Difference
|
||||||
Lower
|
Upper
|
||||||||
Pair 1
|
Pendapatan
Sebelum
Pendapatan
Setelah
|
15839.28571
|
6327.56107
|
1195.79664
|
13385.71367
|
18292.85776
|
13.246
|
27
|
.000
|
Berdasarkan Tabel
4.13 menunjukkan bahwa
t-hitung untuk data pendapatan yang diperoleh nelayan sebelum dan setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet
di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah 13.246 dengan nilai probabilitas
Sig. (2-Tailed)
sebesar 0,000 < alpha 0,05 dengan nilai t-Tabel
untuk df=27 adalah 2,05183 sehingga t-hitung
> t- Tabel maka H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh nelayan sebelum dan setelah pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet di Kabupaten
Langkat Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang sudah dilakukan,diketahui bahwa ada
perbedaan pendapatan nelayan setelah pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumater
Utara. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan nilai asym.Sig(2-tailed) variabel pendapatan
sebesar 0,00 < 0,05. Diketahui,
pendapatan bersih rata-rata nelayan
sebelum pergantian alat tangkap ramah lingkungan sebesar Rp 123.554-, dan pendapatan bersih
rata-rata nelayan setelah mengganti alat tangkap ramah lingkungan menjadi Rp 107.714-, artinya pendapatan bersih
rata-rata nelayan yang diperoleh lebih kecil setelah menggunakan alat tangkap ramah
lingkungan, dengan selisih perbedaan biaya sebesar Rp 15.840-,. Dengan demikian
dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat perbedaan pendatan nelayan setelah
pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet.
IV.F. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linier
berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan variabel
hasil produksi (X1) dan biaya (X2) dalam hal ini biaya
yaitu biaya total dari biaya tetap dan biaya variabel terhadap variabel
dependen pendapatan nelayan (Y) dalam hal ini pendapatan nelayan yaitu
pendapatan bersih.
Persamaan regresi yang dipakai adalah sebagai berikut (Supranto,
Johanes,1998):
Keterangan:
Y = Pendapatan Nelayan
= koefisien regresi dari
variabel produksi (X1)
= variabel produksi
= koefisien regresi dari variabel biaya (X2)
= variabel biaya
= standard
error
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan antara dua atau lebih
variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis ini mengetahui arah
hubungan antar variabel (Tabel 4.14).
Tabel 4.14. Signifikansi antara
variabel pendapatan (Y) terhadap solar (X1), bekal makanan (X2) dan hasil produksi (X3)
No.
|
Variabel Independen
|
keterangan
|
1.
|
Biaya
perawatan
|
Tidak
signifikan
|
2.
|
Biaya
penyusutan
|
Tidak
signifikan
|
3.
|
Oli
|
Tidak
signifikan
|
4.
|
Es
|
Tidak
signifikan
|
5.
|
Air
bersih
|
Tidak
signifikan
|
6.
|
Upah
ABK
|
Tidak
signifikan
|
7.
|
Solar
|
Signifikan
|
8.
|
Bekal
Makanan
|
signifikan
|
9.
|
Hasil
Produksi
|
signifikan
|
Sumber:data SPSS,2019
Hasil pengujian korelasi dalam penelitian pergantian alat tangkap ramah
lingkungan gillnet di Kabupaten
Langkat Sumatera Utara yaitu secara parsial variabel independen yang memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan) adalah solar, bekal
makanan dan hasil produksi. Hal ini dilihat berdasarkan tabel diatas dimana
kesembilan variabel independen, ada tiga variabel yang berpengaruh secara
signifikan artinya variabel independen lain yang tidak berpengaruh secara
signifikan dapat dianggap memiliki pengaruh yang tetap atau tidak berpengaruh
terhadap pendapatan nelayan.
Tabel 4.15 Korelasi antara variabel
pendapatan (Y) terhadap solar (X1), bekal makanan (X2) dan hasil produksi (X3)
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
1
|
.659a
|
.434
|
.363
|
13591.939
|
Nilai R yang merupakan simbol dari koefisien. Pada Tabel 4.15 di atas
nilai korelasi adalah 0,659. Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa hubungan
kedua variabel penelitian berada pada kategori cukup. Melalui tabel diatas juga
diperoleh nilai R square atau
koefisien determinan yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang
dibentuk oleh interaksi variabel dindependen dan variabel dependen. Nilai
koefisien determinan yang diperoleh adalah 0,434 atau 43,4%. Sehingga dapat
ditafsirkan bahwa variabel independen (solar (X1), bekal makanan (X2)
dan hasil produksi (X3)) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 43,4%
terhadap variabel dependen (pendapatan (Y))
Tabel
4.16 Signifikansi Regresi
Linier
Model
|
Sum of Squares
|
Df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
3.401E9
|
3
|
1.134E9
|
6.137
|
.003a
|
Residual
|
4.434E9
|
24
|
1.847E8
|
|||
Total
|
7.835E9
|
27
|
Tabel uji signifikan diatas digunakan untuk menentukan taraf signifikan
atau linieritas dari regresi. Kriteria dapat ditentukan berdasarkan uji nilai
signifikasi (Sig), dengan ketentuan
jika nilai Sig < 0,05. Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai Sig.=0,003,
berarti Sig.<0,05. Artinya H0 ditolak dan H1 diterima.
Dengan demikian moleh persamaan regresi linier berganda berdasarkan data
penelitian adalah signifikan atau model persamaan memenuhi kriteria.
Hasil analisis variabel hasil produksi yang didapat nelayan dan biaya
yang dikeluarkan nelayan terhadap pendapatan nelayan dari hasil regresi linier
berganda dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.17 Hasil Uji Regresi
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
-57267.909
|
46557.232
|
-1.230
|
.231
|
|
Solar
|
-.179
|
.808
|
-.035
|
-.222
|
.827
|
|
bekal_makanan
|
- 0.872
|
2.923
|
.326
|
2.009
|
.056
|
|
hasil_produksi
|
.340
|
.110
|
.495
|
3.086
|
.005
|
Sumber: data
SPSS,2019
Berdasarkan Tabel 4.17 maka
didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Nilai konstanta sebesar -57267,909 yang berarti bahwa jika tidak ada
perubahan variabel independen yang terdiri dari solar, bekal makanan dan hasil
produksi yang mempengaruhi pendapatan maka besarnya pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat Sumatera Utara
akan tetap seperti pendapatan awal.
KESMIPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan pergantian alat tangkap ramah lingkungan gillnet di Kabupaten Langkat Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
1. Pergantian alat penangkapan ikan dari pukat langgai
(alat tangkap yang tidak ramah lingkungan)ke gillnet (alat tangkap ramah lingkungan) memberi pengaruh yang
signifikan pada hasil tangkapan ikan terhadap pendapatan nelayan. Hasil
tangkapan ikan menggunakan pukat langgai lebih tinggi (362 kg) dibanding dengan
hasil tangkapan menggunakan alat tangkap gillnet ( 338 kg)
2. Pergantian alat penangkapan ikan dari pukat langgai
(alat tangkap yang tidak ramah lingkungan)ke gillnet (alat tangkap ramah lingkungan) memberi pengaruh yang
signifikan pada biaya produksi terhadap pendapatan nelayan. Biaya lebih kecil
setelah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
3.
Pendapatan bersih nelayan lebih besar sebelum
dilakukan penggantian alat penangkapan ikan (Rp.123.554) ke alat yang ramah
lingkungan gill net ( Rp. 107.714
). Selisih pendapatan nelayan sebelum dan sesudah pergantian kealat tangkap
ramah lingkungan sebesar Rp.15.840 per
trip.
Anggreini A.P., Astuti S.S., Miftahudin I., Novita P.I.,Wiadnya
D.G.R. 2017. Uji selektivitas alat
tangkap gillnet millennium terhadap
hasil tangkap ikan kembung (Rastrelinger
brachysoma). Journal of Fisheries and marine science. Vol.1(1):24-3.
Arikunto, S. 2013. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta.
Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan
Dewi Sri.
Budiono. 1992. Teori
Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. BPFE UGM.
Djasmin, S.S dan
Djumanto. 2014. Komposisi Ikan Hasil
Tangkap Jaring Insang Pada Berbagaishorting di Waduk Sermo. Journal
Fishsci. Vol.16(1):35-42.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2015. Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.2/2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan
Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia. DKP: Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.2/2016 Tentang Jalur
Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan. DKP: Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Permen KP No.71/2016 tentang tentang Jalur Penangkapan
Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia.
Departemen Kelautan dan
Perikanan. 2009. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2009. Jakarta. Dirjen
Perikanan Tangkap.
Fadlan, dan Arifin Z. 2017. Analisis perbedaan tingkat
pendapatan pedagang sayur sesudah dan sebelum relokasi dari pasar merjosari ke
pasar landungsari. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol.1(3):297-309.
Fyson. 1985. Design
of Small Fishing Vessel. Food and Agriculture. Organization of United
Nation (FAO).
Ghozali, 2012. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan
Program Ibm SPSS. Yogyakarta. Universitas
Diponogoro.
Hair. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth
Edition.Prentice Hall. Upper
Saddle River: New Jersey.
Hendrik. 2012. Analisis
usaha alat tangkap gillnet di Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.17(2):28-35).
Hermawan. 2006. Seri 9 Hermawan Kertajaya On Marketing Mix.
Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Istiqomah L., Pramonowibowo dan Ayunita D. 2017. Analisis pendapatan
dan fakor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan gillnet kapal motor
(KM) dan motor tempel (MT) di PPP Tegalsari
Kota Tegal. Jurnal Perikanan Tangkap. Vol.1(2).
Lisna, Amelia J.M., Nelwida, Andriani M. 2018. Tingkat Keramahlingkungan Alat Tangkap Gillnet di Kecamatan Nipah Panjang Jambi. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan.
Vol.9(1):83-96.
Maleong, J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Martasuganda, S. 2002.
Teknologi Penangkapan Jaring Insang. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahim. 2011. Analisis
pendapatan usaha tangkap nelayan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah
pesisir pantai Sulawesi Selatan. Jurnal Sosek KP. Vol.6(2):235-247.
Rijal, M. 2008. Kompoisisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan Jaring Isang Hanyut di Perairan Sungai
Liat, Bangka. Jurnal BTI. Vol.6(1):23-24.
Santoso. 2010. Statistika
Multivariate Konsep Dan Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta: Gramedia.
Sari R.P., Wijayanto D., dan Kurohman F. 2017. Analisis perbandingan pendapatan nelayan dengan pola waktu
penangkapan berbeda pada alat tangkap anco (Lift
Net) di perairan rawa bulung, kabupaten kudus. Journal of Fisheries Resources Ultilization Management and Technology.
Vol.6(4):110-118.
Subani, W. dan Barus,
H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang laut di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Subri, M. 2005. Ekonomi
Kelautan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumardi, Zainal, Sarong A., Rahardjo I.P. dan Sukandar.2013. Alat Penangkapan Ikan yang Ramah
Lingkungan Berbasis Code Of Conduct For
Responsible Fisheries di Kota Banda Aceh. Jurnal Agrisep.Vol.15(2):10-18.
Supranto. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta.
Winardi.1992. Kamus ekonomi. Bandung: Mandar Maju.
---------------. Promosi dan Reklame. Bandun:. Mandar Maju