Thursday, May 28, 2020

DAMPAK SURAT EDARAN NOMOR. 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 TENTANG KAPAL PENGANGKUT IKAN HASIL IKAN PEMBUDIDAYAAN BERBENDERA ASING (SIKPI-A)





Pasca tebitnya Surat Edaran Nomor. 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 tanggal 1 Februari 2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hasil Ikan Pembudidayaan Berbendera Asing (SIKPI-A), maka Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tidak lagi memberikan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Hidup Hasil Pembudidayaan berbendera asing bagi pemohon baru maupun perpanjangan. Tujuan dari penghentian penerbitan izin ini adalah agar bisnis atau usaha budidaya ikan hidup bisa dinikmati oleh warga Indonesia sendiri (tidak lagi lewat broker). Dengan terbitnya surat edaran ini diharapkan juga dapat mengevaluasi apakah kapal-kapal lokal sudah bisa bersaing dan melakukan ekspor secara mandiri di era masyarakat ekonomi asia(MEA) ini.
Di Kabupaten Langkat surat edaran ini ternyata berdampak langsung kepada pelaku usaha budidaya ikan di keramba (khususnya pembudidaya ikan kerapu) yang selama ini menjual ikan hasi budidaya mereka pada kapal berbendera asing. Saat ini terdapat sekitar 113 pelaku usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba di Kabupaten Langkat dengan estimasi stok panen sekitar 100 ton. Saat ini pelaku usaha budidaya ikan dalam keramba di bawah binaan penyuluh perikanan akan terancam mengalami kerugian besar memasuki masa panen.
Selama ini ikan hasil budidaya dalam keramba dijual kepada kepal berbendera asing (Hongkong). Namun paca terbitnya surat edaran tersebut membuat kapal asing yang selama ni membeli ikan hasil pembudidayaan dari Kab.Langkat tidak dapat lagi masuk ke perairan Kab.Langkat. Hal ini membuat para pembudidaya kebingunan hendak menjual kemana ikan hasil budidaya mereka dengan harapan harga masih seperti sebelumnya. Beberapa dari pembudidaya kemudian menjual ikan hasil pembudidayaan mereka ke Belawan-Medan dengan selisih harga yang relatif jauh. Fakta selama ini, ikan hasil pembudidayaan dari Kab.Langkat (ikan kerapu) mahal karena masih hidup di negara tujuan ekspor (hongkong), jika ikan mati maka hampir tidak ada harga kalau dikirim ke luar negeri. 
Mengutip data Badan Pusat Statistik, ekspor perikanan budidaya selama empat bulan pertama turun 14,4% dari periode sama tahun lalu menjadi 57.244,2 ton selama empat bulan pertama. Penurunan volume itu otomatis diikuti dengan merosotnya nilai ekspor hingga 31,9% menjadi US$50,8 juta. Pengapalan rumput laut dan ganggang lainnya turun 14,4% menjadi 53.672,5 ton atau senilai US$33,6 juta. Sementara itu, ekspor ikan hidup hasil budidaya merosot 32% menjadi 2.757 ton atau senilai US$12,6 juta. Adapun pengapalan mutiara hasil budidaya jatuh 91,7% menjadi 0,1 ton atau senilai US$976.000. Sebaliknya, ekspor udang hasil budidaya terbang 464% menjadi 733,8 ton atau senilai US$3,5 juta. Pada saat yang sama, pengapalan ikan segar/dingin hasil budidaya melesat tajam 367,6% menjadi 80,9 ton atau senilai US$145.200.Pemerintah pada Maret menghentikan penerbitan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Hidup Hasil Pembudidayaan berbendera asing bagi permohonan baru maupun perpanjangan. Keputusan tersebut dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Perikanan Budidaya No 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hasil Pembudidayaan Berbendera Asing (SIKPI-A). Moratorium itu berakhir bersamaan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup. Namun, beleid yang diundangkan 7 April itu membatasi kapal asing hanya boleh menerima ikan budidaya dari kapal berbendera Indonesia di satu pelabuhan muat singgah. Kapal asing tetal dilarang menjelajahi wilayah perikanan budidaya.
Menghadapi permasalahan tersebut pembudidaya ikan dalam keramba di Kab.Langkat berharap (berpesan) :
§  Ada solusi alternatif dari pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan seta Pemda) sebelum munculnya kapal-kapal lokal yang bisa bersaing dan melakukan ekspor secara mandiri
§  Adanya tanggung jawab negara akibat kerugian besar yang dialami pasca terbitnya surat edaran tersebut.
§  Adanya pengawasan yang ketat pasca terbitnya surat edaran tersebut (tidak ada tebang pilih dalam penegakan kebijakan pemerintah)
§  Dikemudian hari, kebijakan yang dikelurkan pemerintah hendaknya mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat banyak karena pasca terbitnya surat edaran ini secara drastis menurunkan pendapatan kami, tanpa ada solusi alternatif dini