Seperti
kita ketahui bersama, kemiskinan pada masyarakat pesisir merupakan permasalahan
yang sudah menjadi fenomena umum di kalangan masyarakat. Dimana salah satu
penyebabnya adalah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang
pengelolaan sumber daya alam yang ada disekitar mereka. Pengetahuan dan
pemahaman erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang. Oleh karena itu
memberikan pendidikan bagi anak-anak nelayan khusunya nelayan skala kecil
(tradisional) sejak dini menjadi salah satu langkah yang dianggap bijaksana (wise).
Terpuruknya
sumber daya pesisir dan lautan yang berimbas kepada menurunnya pendapatan serta
kesejahteraan nelayan sebenarnya tidak terlepas dari banyak faktor. Baik itu
faktor sumber daya manusia, faktor ekonomi, faktor sosial, teknologi dan hukum
serta kelembagaan yang belum berpihak ke kawasan pesisir dan lautan.
Menumbuhkan kesadaran bersama dianggap paling efektif untuk mengatasi beberapa
faktor penyebab kemiskinan di kawasan pesisir tersebut. Kesadaran akan timbul
jika sudah tahu. Seperti pepatah bilang ‘tak kenal maka tak sayang, tak sayang
maka tak cinta’. Oleh karena itu, dengan memperkenalkan karakteristik wilayah
pesisir dan laut serta sistem ekologi yang terkandung di dalamnya kepada
anak-anak nelayan sejak dini diyakini akan memberikan dampak
fositif jangka panjang.
Beberapa
alasan mengapa anak-anak di kawasan pesisir tidak bersekolah adalah 1) orang
tua mereka juga tidak bersekolah, sehingga tidak ada anjuran kepada anak-anak
mereka juga untuk menuntut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, 2) ketidak
berdayaan para orang tua dalam hal keuangan sehingga anak-anak umumnya putus
sekolah, 3) kemauan dari anak itu sendiri rendah, 4) bekerja membantu orang tua
atau bekerja sendiri mencari ikan, udang dan kepiting disekitar rumah atau
kampung saja sudah dapat menghasilkan uang Rp.50.000 – Rp.100.000 per hari, 5)
suka membandingkan, sebagai contoh sorang sarjana saja hanya digaji perusahaan
± Rp.2-3 juta per bulan, saya saja anak-anak dapat segitu kata mereka.
Padahal
satu hal yang mereka tidak fahami adalah bahwa sumber daya pesisir dan laut itu
(baik itu sumber daya ikan yang ada di dalamnya, ekosistem pesisir dan laut itu
sendiri dan pengaruh pencemaran yang masuk) membuat daya dukung dan daya
tampungnya akan semakin menurun jika tidak dikelola dengan baik atau secara
berkelanjutan. Laut sebagai kawasan milik bersama dan sifatnya yang open
acces membuat sertiap orang akan kesulitan dalam mengontrol setiap
kegiatan yang beraktifitas dinsan. Ditambah lagi ukuran laut laut yeng sangat
luas, membuat laku menjadi aset yang harus dikelola dengan penuuh kesadaran
secara bersama-sama. Tidakan membuang sampah sembarangan, menangkap ikan yang
tidak sesuai ukuran konsumsi atau sedang bertelur akan menyebabkan siklus hidup
di ekosistem pesisir dan laut akan terganggu. Menebang hutan mengrove tidak
mempertimbangkan ukuran (tebang pilih) akan menyebabkan ekosistem tempat ikan,
udang dan kepiting mencari makan rusak.
Cara
dan teknologi pemanfaatan sumber daya pesisir yang tidak ramah lingkungan serta
berkelanjutan akan berdampak pada menurunnya sumber daya ikan yang ada.
Setidaknya pendidikan seperti inilah yang harus kita sampaikan/sosialisasikan
kepada anak-anak nelayan. Bagaimana mereka harus mengerti secara rasional bahwa
laut juga kemempuan/ ambang batas dalam menerima respon/masukan dari luar. Laut
juga harus dijaga secara bersama-sama, demi keberlanjutan sumber daya yang ada
di dalamnya untuk masa mendatang.