Friday, March 20, 2020

KREDO PENYULUH PERIKANAN




Perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang demikian pesat mengakibatkan komunikasi berlangsung dengan sangat mudah, jarak tempuh seakan tidak lagi menjadi permasalahan yang menghambat. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat dilakukan tanpa tatap muka langsung. Hampir seluruh informasi terbaru dapat dengan mudah diakses melalui inter-net, bukan saja oleh masyarakat  perkotaan, namun upaya pemerintah yang demikian gencar menyediakan fasilitasi Inter-net disetiap kecamatan serta sarana inter-net yang mobile menjadikan sarana ini juga telah mampu diakses oleh masyarakat perdesaan. Upaya pemerintah ini tentunya perlu diapresiasi dan perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan.

Tanpa disadari, perkembangan teknologi ini telah mempengaruhi prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk prinsip dasar profesi. Sebahagian besar memang mengarah pada perbaikan, namun pada sisi yang lain, juga menimbulkan dampak negatif, salah satu dampak negatifnya pada profesi penyuluh adalah terlupakannya kredo penyuluh.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan dua pengertian tentang kredo, yang pertama adalah pernyataan kepercayaan (keyakinan) dan yang kedua adalah dasar tuntunan hidup, sehingga kredo penyuluh dalam hal ini adalah tuntunan hidup seseorang yang harus dipedomani dan dilaksanakan untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan layak berada dalam kelompok profesi penyuluh.

Disengaja ataupun tidak, kebijakan serta pengalokasian sumberdaya penyuluhan dititik beratkan pada penyediaan dan pemanfaatan teknologi informasi, sarana transportasi, peningkatan keterampilan/keahlian, dan kelembagaan penyuluhan, namun tidak pernah menyentuh aspek yang mengharuskan seorang penyuluh kembali ke kredo sebagai seorang penyuluh, Hal ini mengakibatkan hubungan penyuluh dengan sasaran penyuluhan menjadi bagian yang terpisah dan atau menjadi suatu kesatuan yang semu, sehingga tujuan penyuluhan untuk meningkatkan Pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) pelaku utama juga menjadi keberhasilan yang semu. setidaknya kondisi ini telah berlangsung dalam satu decade terakhir.

Untuk menghindari keberhasilan yang semu tersebut, maka setiap penyuluh harus kembali pada kredonya, dan untuk itu para pembuat kebijakan hendaknya juga membuat regulasi, mengalokasikan sumberdaya, menfasilitasi serta memutuskan dengan segera agar semua penyuluh khususnya penyuluh perikanan mampu melaksanakan kredonya, yaitu :

Kredo Pertama : bertempat tinggal di Wilayah Kerja Penyuluhan Perikanan (WKPP), pada era tahun 80 an dimana transportasi dan sistem informasi komunikasi masih sangat terbatas, setiap penyuluh yang ditugaskan akan bertempat tinggal di WKPP nya, berinteraksi dengan masyarakat dan bahkan tidak sedikit yang berjodoh dengan masyarakat setempat. Interaksi yang demikian erat antara penyuluh dan sasaran penyuluhannya memberi kesempatan untuk belajar bersama serta tumbuh dan berkembang bersama. Hubungan ini bukan saja menyangkut aspek-aspek perikanan tetapi pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, sehingga Penyuluh adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakat. filosopi penyuluh adalah suluh bagi masyarakat benar-benar terjadi.  Dapat dibanyangkan bila sebuah suluh berada jauh dari ruangan, demikianlah kondisinya bila seorang penyuluh tidak tinggal bersama dengan sasaran penyuluhannya, hanya akan memperoleh penerangan saat jadwal kunjungan saja, setelah itu akan gelap gulita kembali.

Kredo Kedua : Datangi, sayangi dan layanilah, paradigma birokrasi yang senantiasa ingin dilayani sebenarnya tidak pernah berlaku untuk seorang penyuluh, namun pada saat ini orientasi dan sikap penyuluh juga bergeser ingin didatangi, ingin disayangi dan ingin dilayani. Pergeseran ini terjadi akibat tidak dipenuhinya kredo pertama. Jarak yang jauh mengakibatkan frekwensi kunjungan relatif rendah, komunikasi juga terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, interaksi terjalin dengan sangat lemah dan terkadang menjadi interaksi parasitisme dan predator. Selama frekwensi kunjungan yang tinggi menjadi beban bagi penyuluh maka selama itu pula kredo mendatangi, menyayangi dan melayani menjadi hal yang sulit dilakukan.

Kredo ketiga : belajarlah bersama sambil bekerja, penyuluh diharuskan belajar bersama dengan para pelaku utama di WKPP nya, pembelajaran dimaksud tentunya bukan hanya dari buku teks atau sekedar membaca informasi teknologi perikanan dari berbagai media yang tujuannya hanya menambah pengetahuan saja, namun hal yang krusial adalah belajar bersama melalui penerapan teknologi yang ada secara bersama baik melalui demontrasi cara, hasil, maupun ujicoba lapang paket teknologi dan hal inilah yang dimaksud dengan bekerja. Penerapan teknologi yang telah terpublikasi dan diterapkan luas sekalipun didaerah lain memerlukan penyesuaian penerapan didaerah tertentu yang disesuaikan dengan karasteristik wilayahnya, ketersediaan sarana dan prasarana serta kemampuan permodalan para pelaku utama. Ketika seorang penyuluh mampu belajar besama sambil bekerja dengan para pelaku utama maka mereka akan dapat tumbuh dan berkembang secara bersama. Belajar bersama dan bekerja merupakan metode yang efektif untuk peningkatan keterampilan dan mendorong perubahan sikap para pelaku utama, disisi lain penyuluh juga mengetahui permasalahan mendasar dalam penerapan teknologi yang diujicobakan, serta akan berpeluang memperoleh tambahan penghasilan dari usaha dimaksud bila berhasil dengan baik.

Bila bercermin pada masa lalu di sektor tanaman pangan dan holtikultura, banyak penyuluh yang mapan secara ekonomi karena menerapkan teknologi bersama dengan para petani, namun berbeda dengan sektor perikanan, ketika ditahun 90 an budidaya udang cukup menggiurkan para penyuluh perikanan jarang yang menerapkan sendiri tetapi malah bekerja di perusahaan swasta sebagai supervaisor tambak dengan SOP yang telah ditetapkan perusahaan dan ketika masa sulit terjadi para penyuluh perikanan tidak memperoleh pembelajaran apapun untuk mampu memecahkan permasalahan yang ada.
Bagi pelaku utama dan penyuluh pembelajaran ini sangat penting dan untuk itu para penyuluh harus didorong dan difasilitasi agar mau dan mampu menerapkan teknologi perikanan yang berkembang dan menyesuaikannya dengan karasteristik di WKPP nya masing-masing. Bentuk fasilitasi dapat berupa penyediaan pembiayaan dengan sistem request proposal, artinya setiap penyuluh diperkenankan menyampaikan proposal ujicoba lapang yang akan diseleksi dan dibiayai oleh pemerintah atau lembaga lainnya sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi atau LIPI untuk para peneliti.
Pentingnya pembelajaran bersama antara pelaku utama dan penyuluh mengingatkan saya ketika diprospek oleh seorang penyuluh perikanan senior bapak Polo Munte, yang mengatakan bahwa waktu kerja penyuluh tidak dibatasi oleh jam kerja kedinasan tetapi seorang penyuluh harus mampu berkerja tanpa batas. Bila penyuluh bertemu dengan pelaku utama yang lebih berpengalaman maka penyuluh harus mau belajar kepadanya, bila bertemu yang setarap maka berdiskusi menjadi moment yang tidak boleh dilewatkan, bila bertemu dengan pelaku utama pemula maka kewajiban untuk membagi pengetahuan dan keterampilan kepadanya dan bila bertemu dengan orang yang tidak tahu tetapi berbicara seperti seorang yang mengetahui segalanya maka saat itulah seorang penyuluh boleh beristirahat, artinya bahwa proses pembelajaran bersama antara penyuluh dan pelaku utama tidak boleh berhenti walau sesaatpun.

Kredo Keempat mulailah dengan apa yang mereka ketahui dan membangunlah dengan apa yang mereka miliki. Untuk mampu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang dimiliki mengharuskan seorang penyuluh menjadi sahabat bagi para pelaku utama. Persahabatan akan mendorong keterbukaan, dan dengan dasar saling memahami maka penyuluh akan mampu memberikan keterangan dan bimbingan serta saran yang sesuai dengan pelaku utama. Kekeliruan yang sering terjadi selama ini adalah  anggapan bahwa para pelaku utama memiliki pengetahuan dan memiliki kemampuan yang sama dan ini mengakibatkan jumlah pelaku utama yang mau dan mampu mengadopsi paket teknologi yang dianjurkan relatif kecil.

 Kredo kelima: ajarilah dengan contoh contoh dan jangan menggurui, transpormasi informasi dan teknologi  dari penyuluh kepada sasaran penyuluhan berbeda dengan transpormasi pengetahuan dari seorang guru kepada murid. Secara umum seorang murid adalah orang yang belum pernah mengetahui apa yang dijelaskan oleh guru serta akan memiliki resiko bila tidak melaksanakan apa yang diajarkan oleh gurunya sebaliknya para pelaku utama sebagai sasaran penyuluhan adalah orang yang telah mengetahui dan memiliki pengalaman pada materi yang dijelaskan oleh penyuluhnya walaupun mungkin tidak persis sama serta akan menanggung  resiko sendiri bila apa yang dianjurkan penyuluh ternyata gagal. Resiko ini juga  menjadi salah satu faktor utama adanya resistensi dan apatisme untuk segera mengadopsi teknologi dan tetap pada teknologi yang selama ini dilaksanakan.

Resistensi dan apatisme ini akan sulit berubah hanya dengan penjelasan bentuk kalimat, tetapi akan dengan mudah berubah bila penyuluh mampu memberikan contoh yang membuktikan bahwa apa yang dianjurkan lebih mudah penerapannya atau singkat waktunya atau lebih rendah resikonya,  atau lebih memberikan hasil dan terakhir lebih menguntungkan dibandingkan dengan apa yang dilakukan pelaku utama selama ini

No comments:

Post a Comment